Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun Pandemi, Sekolah Bukan Satu-satunya Tempat Belajar

Kompas.com - 04/03/2021, 10:24 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

 

KOMPAS.com - Sudah hampir genap satu tahun pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilakukan guna mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.

Meski kesehatan menjadi fokus utama selama pandemi, namun PJJ yang terlalu lama nyatanya menghadirkan sejumlah kendala dari beragam sisi, baik dari siswa, guru maupun orangtua.

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus pengamat pendidikan Prof Dinn Wahyudin mengatakan, dalam sebuah riset, Unesco mendapati adanya indikasi defisit kompetensi atau menurunnya hasil belajar siswa selama pandemi Covid-19.

Defisit kompetensi atau menurunnya hasil belajar siswa ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun hampir semua siswa di dunia.

Baca juga: Belum Dapat Kuota Gratis Kemendikbud? Ini Cara Daftar dan Syaratnya

"Diakui bahwa dengan (pembelajaran) daring ini, walaupun memanfaatkan teknologi, secara nasional atau internasional ada indikasi defisit kompetensi, artinya menurunnya hasil belajar siswa. Itu bukan di Indonesia saja, di dunia juga," paparnya kepada Kompas.com, Senin (8/2/2021).

Oleh sebab itu, paparnya, bila tidak ada kerja keras yang luar biasa dari siswa, guru dan orangtua, dikhawatirkan defisit kompetensi tersebut akan semakin membengkak.

Fokuskan pada kompetensi, tak sekadar nilai

Meski ada risiko yang mungkin timbul dengan PPJ yang terlalu lama, Prof Dinn mengatakan ada empat strategi pembelajaran yang bisa diterapkan di era new normal, yakni tatap muka, daring, mandiri dan kolaboratif.

Di saat pembelajaran tatap muka belum bisa dilakukan di tengah pandemi, maka tiga strategi perlu diupayakan.

Baca juga: Seleksi Guru ASN PPPK 2021, Materi dan Latihan Soal di ayogurubelajar.kemdikbud.go.id

Pembelajaran daring, kata dia, kini menjadi pilihan yang paling banyak dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Hanya saja, pembelajaran ini tak bisa diterapkan pada semua daerah maupun siswa.

"Perlu diakui tidak semua sekolah, tidak semua siswa mendapatkan layanan daring ini. Bagi daerah tertentu, khususnya daerah 3T, pembelajaran maya ini ibarat mimpi di siang bolong, hampir tidak mungkin karena fasilitas komunikasi yang tidak ada," paparnya.

Untuk itu, Prof. Dinn menekankan perlu dilakukan strategi atau opsi pembelajaran berikutnya, yaitu pembelajaran mandiri (self mode of learning) serta pembelajaran kolaboratif.

"Belajar di abad 21, siswa sudah harus dicoba untuk belajar mandiri. Belajar mandiri ini menjadi opsi selain belajar tatap muka," imbuh dia.

Pembelajaran mandiri maupun kolaboratif dapat dilakukan melalui sejumlah opsi, seperti guru berkunjung ke rumah, belajar dengan memanfaatkan lingkungan, belajar bersama orangtua, belajar melalui bahan ajar yang diberikan oleh sekolah, serta home schooling versi lokal (belajar dengan orangtua atau wali).

Melalui guru kunjung, maka ada kesempatan bagi guru untuk memberikan bahan ajar sesuai dengan kemampuan peserta didik, hingga mengetahui kondisi keluarga siswa. Sementara itu, home schooling lokal bisa dilakukan oleh orangtua atau wali yang ada di rumah.

Baca juga: Agar Anak Kompeten, Najelaa: Beri Anak Umpan Balik, Bukan Nilai

"Home schooling itu tidak hanya untuk urban. Saat orangtua mengajar anak di rumah sesuai dengan kemampuannya, itu sudah termasuk home schooling," terangnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com