Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Boy, Anak Petani Raih Beasiswa LPDP dan Kuliah S2 Gratis di UGM

KOMPAS.com - Di tengah rutinitas warga Pulau Buru, tidak banyak anak muda di sana yang memilih merantau untuk melanjutkan kuliah.

Kebanyakan anak muda di sana memilih untuk bekerja, menjadi nelayan atau petani. Namun, Boymaira Suat Pasai memiliki cita-cita berbeda. Ia ingin meraih pendidikan yang lebih tinggi dan mendirikan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) guna membantu mengatasi persoalan hukum yang kerap terjadi di Pulau Buru.

Boy sapaan akrabnya adalah anak petani dari keluarga sederhana di dekat Pantai Desa Waeteba, Pulau Buru.

Keinginan kuat untuk merantau dan melanjutkan pendidikan, membuat Boy berhasil kuliah S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Tiga bersaudara lulus S1

Leluhur Boy berasal dari Kepulauan Kei, Maluku. Orangtuanya kemudian hijrah ke Pulau Buru untuk mencari kehidupan di sana dan menjadi petani dengan menanam pohon cengkeh, pala, dan kopra.

Boy mengatakan, kehidupan ekonomi masyarakat Pulau Buru bergantung pada hasil laut dan pertanian di darat.

Uang hasil panen dan melaut tidak besar, sehingga tidak bisa mengenyangkan satu keluarga yang di dalamnya terdapat tiga sampai lima anak di rumah.

Dengan kondisi seperti itu, urusan pendidikan menjadi nomor sekian bagi warga Pulau Buru. Jangankan kuliah, sekolah jenjang SMP atau SMA sudah yang paling tinggi.

"Mungkin psikologi mereka ketika mereka melanjutkan sampai tingkat kuliah itu menjadi penghambat di ekonomi (keluarga) mereka," ucap Boy dilansir dari laman LPDP.

Boy mengaku, dirinya beruntung ketika keluarganya punya kesadaran dengan menginginkan anak-anaknya bisa menempuh pendidikan tinggi. Dari lima bersaudara, tiga orang telah tamat S1 termasuk Boy.

Perjalanan mendapatkan beasiswa LPDP

Kisah mahasiswa ini bisa kuliah S1 saja juga cukup menantang. Meski masih di wilayah Maluku, perjalanan Boy cukup berliku untuk bisa mencapai Pulau Ambon tempatnya menempuh pendidikan.

Dari kampungnya, ia terlebih dahulu menuju Kota Namrole dan melanjutkan ke Kota Ambon menggunakan kapal feri dalam waktu tempuh tujuh sampai delapan jam. Jika menggunakan pesawat maka hanya butuh 25 menit saja, namun tentu harganya lebih mahal.

Boy merampungkan jenjang SMA sampai lulus sarjana Ilmu Hukum Universitas Pattimura pada 2022 di Ambon. Hanya butuh 3 tahun 8 bulan untuk Boy mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

Dukungan dari rekan, saudara, dan keluarga membuat Boy terus termotivasi untuk melanjutkan studi S2. Pilihannya jatuh ke Magister Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM). Apalagi saat itu ada pendaftaran beasiswa LPDP. 

Alasan Boy memilih UGM karena tertarik dengan dosen-dosen hukum yang menurutnya berkompeten dan memiliki kualitas bagus.

“Oleh karena itu saya memutuskan untuk memilih UGM sebagai kampus utama. Dan keinginan untuk mendapatkan ilmu lebih banyak lagi seputaran ilmu hukum pidana” jelas Boy.

Beasiswa LPDP sendiri secara khusus memiliki program Beasiswa Daerah Afirmasi, sebuah jalur beasiswa khusus yang diperuntukan untuk putra-putri yang berasal dari daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Pulau Buru tempat asal Boy adalah salah satu daerah yang masuk dalam program ini.

Ia mengaku pertama kali mendapat informasi terkait adanya beasiswa LPDP dari kakak kandungnya di tahun 2021. Ketertarikannya kemudian juga mendapat dukungan dari senior dan rekan-rekannya di kampus.

Sampai pada akhirnya ia mencoba seleksi beasiswa LPDP di tahun 2023 melalui program Beasiswa Daerah Afirmasi dan lolos dalam sekali percobaan tersebut. Sedangkan surat diterima sebagai mahasiswa S2 Ilmu Hukum UGM juga sudah di tangan.

Ingin mendirikan LBH

Boy memang baru akan memulai studi Magister Ilmu Hukum pada pertengahan tahun nanti. Namun ia telah berkeinginan untuk bisa kembali ke kampung halaman dan mengabdikan ilmunya untuk memberikan bantuan hukum pro bono.

Penelitian skripsi sarjananya mengangkat permasalahan penyalahgunaan senjata tajam di kalangan masyarakat adat di Buru Selatan. Para masyarakat adat ini memiliki kebiasaan membawa senjata tajam ketika berpergian di lingkungan mereka, di tempat umum, maupun di perkotaan.

Sementara orang-orang Buru di perkotaan, tidak membawa senjata tajam saat bepergian. 

Dengan membawa senjata tajam kemana-mana inilah yang menjadikan rawan disalahgunakan dan dapat memantik pertikaian berdarah.

Belum lagi permasalahan lainnya yang berkaitan dengan hukum, seperti konflik tanah dan tambang. Sengkarut inilah yang meninggalkan ruang kosong ketidaktahuan hukum dan biaya perkara yang mahal.

Karena itu Boy ingin mendirikan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pasca menyelesaikan studi S2 kelak.

“Kehidupan masyarakat di sana itu mereka tidak memahami ketika ada permasalahan. Mereka berpikir ketika ke pengacara maka membutuhkan biaya yang yang begitu banyak. Agar mereka sadar ternyata LBH itu membantu mereka dalam segala bentuk masalah” kata Boy.

Dengan kehadiran LBH, warga menjadi mengerti konsekuensi hukum dari segala perbuatannya dan berimbas pada ketertiban serta dapat meringankan beban rakyat saat harus berurusan dengan hukum.

Boy juga berharap, semangatnya kuliah hingga jenjang S2 menggunakan beasiswa LPDP dapat memantik generasi muda di Pulau Buru dan sekitarnya untuk terus mengejar pendidikan tertinggi.

Terlebih, negara sedang hadir memberikan kesempatan studi S2 dan S3 di dalam dan luar negeri.

“Karena dengan adanya pendidikan maka saya yakin wilayah saya akan maju” menutup cerita pemuda dari pulau yang pernah menjadi kamp pembuangan lawan politik di rezim Orde Baru itu.

Dirinya yakin daerahnya akan semakin bersinar dengan sumber daya manusia yang terus bergerak maju melalui pendidikan.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/04/08/095554771/kisah-boy-anak-petani-raih-beasiswa-lpdp-dan-kuliah-s2-gratis-di-ugm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke