Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lestarikan Danau Toba, Siswa SMA Ubah Eceng Gondok Jadi Pupuk Hayati

KOMPAS.com - Sebanyak 12 siswa mempresentasikan ide dan aksi nyata yang membawa perubahan bagi bumi dalam simposium bertajuk “Saving our Earth” yang digelar oleh Jakarta Scholars Symposium (JSS), Rabu (24/5/2023).

JSS merupakan koalisi nirlaba independen dan didedikasikan sebagai wadah bagi para generasi muda mewujudkan inovasi, serta memimpin generasi muda lainnya dalam menciptakan kesadaran terhadap topik-topik yang paling relevan dan menjadi perhatian dunia saat ini.

Simposium “Saving our Earth” menjadi simposium perdana bagi JSS dan menghadirkan 12 karya yang menjadi solusi nyata terhadap permasalahan lingkungan dan nutrisi yang menjadi perhatian dunia.

Uniknya, pada simposium ini, para peserta bukan hanya mempresentasikan ide sesuai dengan minat mereka masing- masing, namun juga menunjukkan hasil aksi nyatanya yang telah terbukti efektivitas serta pengaruhnya dalam membawa dampak perubahan.

Karya-karya yang ditampilkan mencakup berbagai kategori, di antaranya lingkungan dan nutrisi. Misalnya saja proyek usaha mereduksi jejak karbon, proyek konservasi air bersih, proyek pengembangan beras fortifikasi dan lainnya.

Kontribusi bagi bumi dan petani

Salah satu karya yang menonjol dan mendapatkan banyak apresiasi adalah karya Stefan Fredrick Atmadja, siswa kelas 11 Jakarta Intercultural School yang sukses mengubah tanaman gulma eceng gondok yang merusak Danau Toba menjadi pupuk hayati bagi para petani Toba.

Stefan mengembangkan pupuk organik yang berasal dari eceng gondok di Danau Toba, yang diberi nama Steba, singkatan dari Sahabat Petani Toba. Pupuk hayati ini telah diuji dan hasilnya dinyatakan sebagai pupuk yang kualitasnya di atas rata- rata.

Selain itu, pupuk Steba juga didapati mampu meningkatkan produktivitas para petani.

Proyek ini bermula dari keprihatinan Stefan ketika melihat indahnya Danau Toba yang tertutup eceng gondok.

“Padahal Danau Toba adalah danau vulkanik terbesar di dunia yang sangat indah dan menjadi salah satu Global Geopark UNESCO. Namun sayang tertutup oleh eceng gondok yang pertumbuhannya tidak terkontrol,” jelas Stefan.

“Eceng gondok yang menutupi danau, menimbulkan tiga permasalahan yang signifikan. Pertama, kerapatan eceng gondok menghalau sinar matahari sehingga menghalangi proses fotosintesis organisme di dalam danau. Kedua, mengurangi kadar oksigen yang akan menghambat pertumbuhan makhluk hidup lainnya. Dan yang ketiga, persoalan pariwisata. Karena dapat mengurangi keindahan pemandangan yang kemudian akan berakibat pada menurunnya daya tarik pariwisata,” ujarnya dalam pemaparan proyek yang dikembangkan tersebut.

Stefan menegaskan, tujuannya menjalankan proyek tersebut adalah untuk mengembalikan keindahan Danau Toba dan sekaligus mengubah eceng gondok menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi masyarakat.

“Yaitu dengan mengumpulkan dan memproses eceng gondok tersebut menjadi pupuk. Kandungan nitrogen dalam eceng gondok cukup tinggi yang tentu saja merupakan material yang baik untuk pupuk,” jelasnya.

Selain telah mengantongi hasil uji laboratorium dari Sucofindo, produk pupuk hayati tersebut bahkan sudah digunakan oleh sejumlah petani di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.

“Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, penggunaan pupuk dari eceng gondok pada tanaman padi mempercepat pertumbuhan padi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan pupuk tersebut. Saya harap, proyek ini dapat memberikan impact untuk meningkatkan produktivitas para petani, dan sekaligus membuat danau kembali indah serta mempertahankan nilai pariwisata Indonesia,” imbuhnya.

Dalam presentasinya, Stefan menjelaskan dari awal proses bagaimana pupuk tersebut tercipta dari tanaman eceng gondok yang dianggap sebagai tanaman berjenis gulma tersebut, mulai dari pengumpulan, pencacahan, pengeringan, hingga proses fermentasi.

Simposium “Saving our Earth” JSS juga dihadiri juga oleh Sally Kailola selaku Head of Communication YKAN (Yayasan Konservasi Alam Nusantara) yang sangat mengapresiasi kegiatan ini.

“Setelah menyaksikan pemaparan yang dilakukan para siswa, saya sangat kagum dan sekaligus bangga. Ini adalah loncatan luar biasa, dimana para pelajar sebagai generasi muda ini telah memberikan kontribusi nyata, yaitu solusi atas permasalahan- permasalahan yang ditemukan. Mereka inilah yang akan membuat perubahan di masa depan,” ujarnya sekaligus menutup acara.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/05/25/181430771/lestarikan-danau-toba-siswa-sma-ubah-eceng-gondok-jadi-pupuk-hayati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke