Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Psikolog Unesa: Aksi Gangster akibat 4 Faktor Ini, Salah Satunya Game

KOMPAS.com - Belakangan ini aksi anak-anak muda yang dilabeli kelompok gangster makin meresahkan warga Kota Surabaya.

Sebagian dari mereka sudah diamankan dan diberi pembinaan pemerintah kota (Pemkot) Surabaya. Bahkan tim gabungan pemkot terus melakukan patroli pengamanan dan monitoring pergerakan mereka.

Terkait fenomena aksi gangster ini, Dosen Psikologi FIP Unesa, Nurchayati memberikan komentarnya dari aspek psikologi.

Menurut dia, aksi yang ditunjukan anak-anak muda yang tergabung dalam aksi ‘gangster’ di Surabaya bukan hal baru.

Aksi kekerasan dalam bentuk tawuran antar kelompok remaja sudah lama terjadi, termasuk di Surabaya.

Pada 2019 misalnya sempat viral aksi geng remaja, seperti Jawara dan Surabaya All Star.

"Hanya saja ini baru booming lagi di Surabaya setelah mereka (geng remaja) menyerang petugas keamanan dan warung kopi," ucap dia dikutip dari laman Unesa, Rabu (14/12//2022).

Fenomena aksi gangseter ini, lanjut dia, terjadi karena beberapa faktor ini.

1. Perhatian

Anak-anak muda secara psikologis ada di fase sedang mencari jati diri. Mereka ingin dianggap dewasa atau ingin diakui eksistensinya.

Nah, untuk memperoleh ini ada yang lewat kegiatan positif dan kadang lewat tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan atau tawuran dan sebagainya.

"Satu sisi mereka ini bisa juga kurang perhatian dari orang tua, lantas mencari perhatian di luar dengan cara-cara yang arahnya bisa jadi problem sosial," ucapnya.

2. Lingkungan

Tak dapat perhatian di lingkungan keluarga bisa memicu remaja menyalurkan atau mencari perhatian di lingkungan pertemanannya.

Mereka bisa bebas bercerita, menyampaikan keinginan, dan keresahannya dengan teman-temannya di tempat tongkrongan.

Jika lingkungan pertemanannya positif, tentu mereka bisa menyalurkan energinya ke arah yang positif.

Namun, ketika lingkungan pertemanannya negatif, maka bisa berbahaya.

Remaja bisa punya ruang dan peluang untuk menceritakan, merencanakan dan melakukan apa saja di dalam lingkungan pertemanannya.

"Anak-anak yang lugu saja, kalau ada di kelompok pertemanan yang agresif bisa ikutan agresif," ungkap dia.

3. Game konten kekerasan (violence)

Ternyata, tawuran dan aksi kekerasan juga disebabkan karena faktor game yang tidak bisa lepas dari keseharian anak-anak muda.

Laporan We Are Social pada awal 2022, menempatkan Indonesia sebagai pemain video game terbanyak ketiga di dunia.

Jenis game yang dimainkan remaja bahkan anak-anak ini mengandung unsur kekerasan.

"Satu sisi game perang ini bisa berdampak pada aspek emosi atau mental remaja sehingga terbiasa dengan hal-hal yang sering mereka mainkan di game. Di sisi lainnya, game seperti jadi sarana melampiaskan keresahan mereka dan ujung-ujungnya bisa berdampak pada perilaku mereka sehari-hari seperti lebih agresif dan temperamen misalnya," tutur dia.

4. Pelajaran

Selain itu, juga bisa disebabkan karena kurangnya muatan pelajaran keagamaan yang mereka dapatkan di rumah maupun di sekolah.

Bagi Nurchayati, pendidikan agama tidak bisa hanya sebagai pelajaran tambahan, tetapi benar-benar sebagai sarana pendidikan nilai dan karakter anak-remaja.

"Kalau arahnya ke sana, berarti bukan hafalan muatannya, tetapi lebih ke praktik atau pembiasaan dan keteladanan. Nilai agama ini bisa menjadi rem buat remaja dalam menyalurkan energi mereka," tegas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/14/212732171/psikolog-unesa-aksi-gangster-akibat-4-faktor-ini-salah-satunya-game

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke