Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menembus Batas Belajar Keberagaman Lintas Sekolah

Oleh: Alif Fadillah Aryatama | SMA Avicenna Jagakarsa, DKI Jakarta | Finalis Festival Literasi Siswa Indonesia 2021

KOMPAS.com - “Tugas para fungsionaris, pemuka agama dan bahkan umat beragama adalah terus mensosialisasikan dan sekaligus mengaktualisasikan ajaran-ajaran agama tentang perdamaian dalam kehidupan sehari-hari”.

Itulah sebuah kutipan dari pernyataan mantan Presiden RI, Jusuf Kalla dalam buku Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian dari The Wahid Institue dan Soka Gakkai Indonesia.

Kutipan tersebut tentu lahir karena adanya harapan akan dampak positif dari keberagaman.

Namun dalam kacamata lainnya, keberagaman juga sangat rentan memicu konflik serta perpecahan. Bahkan hadirnya pandemi Covid saat ini tak membuat kasus intoleransi berkurang, namun justru tumbuh bersemai mengancam persatuan di tengah krisis pandemi.

Hal ini diperkuat oleh data yang dikeluarkan Setara Institute bahwa selama pandemi tahun 2020 saja terjadi 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan 422 tindakan yang berupa pelarangan pembangunan fasilitas ibadah, intimidasi kegiatan peribadatan, penodaan agama dan pelarangan ibadah dari kelompok tertentu ke kelompok lainnya.

Permasalahan intoleransi terhadap keberagaman tersebut tentu menjadi ancaman serius bagi Bumi Pertiwi. Upaya persuasif dan preventif perlu dilakukan secara terus menerus khususnya bagi generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet bangsa.

Upaya menyemai benih toleransi ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan.

Salah satu contoh baik penerapan pendidikan toleransi dilakukan oleh SMA Avicenna Jagakarsa dan SMA Kristen Ketapang 1 Jakarta yang justru menembus batas saling belajar keberagaman melalui tatap maya (daring) pada selasa (24/8/2021).

Pembelajaran Jarak Jauh yang selama ini dianggap banyak orang kurang berdampak positif bagi siswa, nyatanya dapat diubah sudut pandangnya oleh kedua sekolah yang berhasil menciptakan pembelajaran menarik dan kaya nilai toleransi yang diberi nama Pembelajaran Lintas Sekolah: Belajar Keberagaman.

Kegiatan ini tentu bisa dikatakan menembus batas kondisi pandemi yang banyak dianggap orang lain menghambat kreatifitas dan pembelajaran.

Guru PPKn SMA Avicenna Jagakarsa, yaitu Hafid Priawitantio menuturkan bahwa kegiatan ini dapat dilaksanakan justru karena adanya momentum pembelajaran daring selama pandemi dan karena melihat keunikan dari kedua sekolah.

“Justru karena adanya PJJ ini kita bisa komunikasi, belajar dan bertemu sekolah lain tanpa harus mendatangi secara fisik. Ini momentum baik kita bisa belajar lintas sekolah secara virtual, belajar dari keunikan satu sama lain, melalui aplikasi Zoom. Itu juga salah satu dampak positif teknologi ya,” ujar Hafid.

Salah satu hal menarik dari kegiatan ini yaitu dapat terlihat dari perbedaan identitas antara SMA Avicenna Jagakarsa yang semua siswanya beragama Muslim serta SMA Kristen Ketapang 1 Jakarta yang mayoritas siswanya beragama Nasrani, Hindu, dan Budha serta mayoritas keturunan etnis tionghoa.

Kondisi ini tentu bisa dikatakan menembus “batas” perbedaan dan latar belakang siswa yang saling berbeda identitas, agama, etnis, dan budayanya.

Siswa melakukan refleksi keberagaman di akhir pembelajaran

Salah satu siswa yang mengikuti pembelajaran lintas sekolah ini mengatakan bahwa dari kegiatan ini para siswa bisa belajar secara nyata tentang keberagaman karena langsung dipertemukan dengan siswa lain yang berbeda pikiran dan identitas dengannya.

“Tanggapan saya kegiatan kemarin merupakan kegiatan yang menarik serta unik dilakukan. Sebab terdapat berbagai nilai yang dapat diambil pada saat kegiatan berlangsung," ungkap Shania, siswa SMAK Ketapang 1 Jakarta.

"Di sana terdapat pertukaran pikiran yang baru sebab kita berbeda beda baik pikiran maupun asal. Selain itu, bagi kami para murid bisa berkenalan serta berteman dengan lebih banyak lagi,” tambahnya. 

Guru PPKn SMA Kristen Ketapang 1 Jakarta, Anita Jojor menyatakan bahwa manfaat lain dari pembelajaran kolaborasi ini yaitu munculnya potensi/kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan memikirkan solusi dari konflik keberagaman yang terjadi di masyarakat.

“Saya melihat potensi baru dan kemampuan komunikasi dari semua peserta didik yang bergabung di dalamnya, bahkan saya kagum terhadap harapan dan solusi yang diberikan dalam memandang masalah intoleran yang masih terjadi di tengah bangsa kita,” ujar Anita.

Kegiatan pembelajaran keberagaman lintas sekolah ini diawali dengan perkenalan dari masing-masing sekolah, lalu dilanjutkan membahas konflik keberagaman yang terjadi di masyarakat.

Siswa dari kedua sekolah dibagi kelompok dan berdiskusi dalam breakout room zoom meetings. Hal menarik lainnya dalam sesi diskusi ini yaitu bahwa kelompok yang dibentuk berisi siswa-siswi yang memiliki perbedaan dari kedua sekolah.

Siswa saling berdiskusi tentang penyebab terjadinya konflik keberagaman, gagasan/solusi konkrit untuk mengembangkan nilai persatuan, dan siswa juga diminta mencari satu berita positif tentang keberagaman.

Hasil diskusi kemudian dipresentasikan secara bergantian dan di akhir pembelajaran siswa dari kedua sekolah menyampaikan refleksi dari pembelajaran keberagaman lintas sekolah ini.

Dari hasil diskusi siswa dalam kegiatan ini diketahui bahwa penyebab konflik keberagaman bisa terjadi karena adanya fanatisme berlebihan, sikap etnosentris, pola pikir yang berbeda dan kurangnya rasa toleransi antar masyarakat tertentu.

Berbagai contoh berita tentang nilai positif dari keberagaman juga dapat ditampilkan siswa, seperti perbedaan yang dimiliki Greysia Polii dan Apriani Rahayu baik dari aspek fisik, etnis, agama dan lainnya namun bisa disatukan dan bahkan membuahkan prestasi bagi Indonesia.

Selain itu penyelenggaraan event internasional seperti Asian Games yang menampilkan berbagai macam budaya nusantara itu juga merupakan berita positif terkait keberagaman dan bisa meningkatkan rasa toleransi dan persatuan bagi masyarakat Indonesia.

Berbagai gagasan/solusi terkait masalah keberagaman juga didiskusikan dalam kegiatan ini, seperti halnya penyelenggaraan festival budaya, lomba-lomba yang berkaitan dengan keberagaman dan persatuan, edukasi sejak dini dan menjadi penggerak untuk menginspirasi lingkungan.

Tentunya dengan diadakannya pembelajaran keberagaman lintas sekolah, hal ini juga merupakan gagasan menarik dan solusi konkrit untuk menanamkan rasa toleransi dan persatuan bagi diri siswa.

Kebermanfaatan kegiatan ini juga dinilai oleh Kepala SMA Avicenna Jagakarsa, Muqorobin.

“Argumentasinya, di tengah kondisi keterbukaan akan perbedaan dan tantangan masih tingginya persoalan intolerasi dalam kehidupan berbangsa, pembelajaran keragaman bagi siswa menjadi salah satu alternatif solusi untuk meredam persoalan itu," ujar Robin, Kepala Sekolah SMA Avicenna.

"Melalui langkah tersebut setidaknya ada upaya untuk membekali pengetahuan dan memberikan pengalaman akan indahnya makna keberagaman dalan kehidupan bagi siswa,” ungkap Robin.

Harapan lainnya kegiatan pembelajaran keberagaman lintas sekolah ini juga dapat diterapkan oleh sekolah-sekolah lain meskipun memiliki jarak yang jauh.

Salah satu hikmah dari adanya pandemi dan kegiatan ini adalah kita bisa menembus “batas” jarak dari yang jauh menjadi dekat secara virtual, menembus “batas” saling belajar keberagaman, menembus “batas” kondisi pandemi yang banyak dianggap orang lain menghambat kreatifitas dan pembelajaran, serta menembus “batas” perbedaan dan latar belakang siswa yang saling berbeda identitas, agama, etnis, dan budayanya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/10/21/103558071/menembus-batas-belajar-keberagaman-lintas-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke