Selain itu, UU Kehutanan tidak memperhatikan aspek historis dari klaim kesatuan masyarakat hukum adat atas wilayah adatnya.
Menurut pemohon, UU Kehutanan telah digunakan untuk menggusur dan mengusir kesatuan masyarakat hukum adat dari kawasan hutan adat.
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan permohon.
Pertama, MK menyatakan kata "negara" dalam Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945.
MK menghapus kata "negara", sehingga pasal tersebut menyatakan, hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
MK berpandangan, menempatkan hutan adat sebagai bagian dari hutan negara merupakan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.
Kedua, Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang."
Selanjutnya, MK menyatakan Pasal 5 ayat (1) UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat."
Dengan demikian, pernyataan Mahfud sesuai dengan fakta.
Saat menjabat Ketua MK, ia pernah membuat putusan yang menyatakan bahwa definisi hutan adat harus dibedakan dari hutan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.