KOMPAS.com - Ahli geografi, matematikawan, saintis, dan ilmuwan pada masa lalu mencoba membuktikan bentuk Bumi. Namun, siapa yang pertama kali menyatakan bahwa Bumi bulat?
Dikutip dari situs NASA, sejak zaman Yunani kuno manusia mengetahui bahwa Bumi bulat.
Sekitar 500 tahun sebelum Masehi (SM), filsuf Yunani Pythagoras dipercaya sebagai sosok yang pertama kali mencetuskan pemikiran bahwa Bumi bulat.
Baca juga: Monumen Georgia Guidestones Tidak Membuktikan Bumi Datar
Pemikirannya berusaha dibuktikan dengan mengamati bentuk garis antara bagian Bulan yang terang dan gelap saat bergerak melalui siklus orbitnya.
Pythagoras berteori, jika bentuk Bulan bulat maka begitu pula bentuk Bumi.
Berikutnya pada 430 SM, seorang filsuf lain bernama Anaxagoras berusaha mengetahui bentuk Bumi dengan memperhatikan gerhana Matahari dan dan gerhana Bulan.
Ia mengamati bentuk bayangan Bumi di Bulan selama gerhana Bulan, yang kemudian menjadi dasar kuat soal bentuk Bumi.
Selanjutnya pada 350 SM, Aristoteles menyatakan bentuk Bumi bulat berdasarkan pengamatannya pada konstelasi langit saat manusia bergerak semakin jauh dari ekuator.
Sekitar seratus tahun berikutnya, Aristarchus dan Eratosthenes benar-benar berhasil mengukur Bumi.
Berabad-abad sebelum Renaisans, seorang matematikawan dan ahli geografi bernama Eratosthenes berhasil mengukur Bumi untuk pertama kalinya.
Dikutip dari Wired, ia mengungkap teori Sieve of Eratosthenes atau jaringan Eratosthenes, sebuah algoritma yang menemukan bilangan prima.
Baca juga: Pemahaman Bentuk Bumi Menurut Peradaban Mesir Kuno
Pertama, Eratosthenes menentukan titik balik tepat pada tengah hari di wilayah Syene (sekarang Aswan, sebuah kota di selatan Mesir). Tidak ada bayangan pada jam matahari ketika tepat pada tengah hari.
Namun hal berbeda terjadi di utara wilayah Alexandria. Di waktu yang sama, tepat pada tengah hari, jam matahari menunjukkan adanya bayangan.
Ia menyadari bahwa bayangan yang dibentuk sinar Matahari pada waktu yang sama di wilayah berbeda dapat menjadi tolak ukur.
Eratosthenes menghitung bayangan di Alexandria menjadi 1/50 dari lingkaran 360 derajat penuh. Kemudian, ia memperkirakan jarak antara dua lokasi, lalu dikalikan dengan 50 untuk mendapatkan kelilingnya.