KOMPAS.com - Rosa Parks telah berusia 42 tahun saat ditahan oleh polisi lalu lintas negara bagian Alabama, Amerika Serikat (AS), pada 1 Desember 1955, karena menolak menyerahkan bangku busnya pada penumpang kulit putih.
Peristiwa itu kemudian memantik gerakan "Boikot Bus Montgomery" dan menampilkan Parks sebagai tokoh penting perlawanan diskriminasi AS.
Namun, beberapa bulan sebelumnya, seorang gadis berusia 15 tahun telah melakukan aksi serupa. Ia menolak menyerahkan bangku bus hingga ditangkap polisi.
Dikutip dari History.com, pada 2 Maret 1955, Claudette Colvin pulang dari sekolah bersama tiga temannya sesama warga kulit hitam.
Ketika naik bus, mereka diminta pindah ke deretan bangku belakang karena ada penumpang warga kulit putih yang akan menempati bangku mereka.
Pada momen itu, Clovin teringat akan Harriet Tubman, seorang budak kulit hitam yang melarikan diri dan mengorganiasi perlawanan, serta Sojourner Truth, seorang penginjil kulit hitam yang menyuarakan persamaan hak.
Clovin menolak untuk pindah dari bangkunya, meski tiga orang temannya itu bersedia. Bangku yang mereka tempati sesungguhnya merupakan jatah untuk penumpang kulit hitam.
Di depan dua polisi ia menyatakan argumentasi bahwa telah membayar ongkos sehingga memiliki hak konstitusional untuk tetap duduk di sana.
Polisi mengeluarkan Clovin dari bus, memasukkannya ke mobil patroli, memborgol tangannya dari luar jendela, dan membawanya ke tahanan umum yang bercampur dengan kriminal dewasa.
Kala itu, pemisahan penumpang bus di Kota Montgomery, Alabama, telah menjadi aturan yang resmi, di mana orang kulit hitam harus duduk di beberapa barisan paling belakang bus.
Aturan diskriminatif itu juga berkembang di lapangan, ketika penumpang kulit putih naik dan jatah bangku kulit putih habis, kondektur akan memberikan jatah bangku penumpang kulit hitam.
Pelanggaran undang-undang segregasi itu menjadi salah satu yang dituduhkan pada Clovin, selain ketidaktertiban dan menyerang petugas polisi. Dia dipenjara lalu dikenai masa percobaan di luar tahanan.
Colvin, Susie McDonald, Aurelia S Browder dan Mary Louise Smith merupakan deretan remaja yang nama-namanya tertulis dalam gugatan penghapusan undang-undang segregasi dalam bus tahun 1956.
Gugatan itu terus diproses hingga tahap Mahkamah Agung AS yang menguatkan putusan sebelumnya, bahwa undang-undang segregasi bus di Alabama melanggar Amandemen ke-14 AS.
Dengan demikian tuduhan pelangaran undang-undang segregasi dan ketidaktertiban yang disematkan pada Clovin luntur. Sayangnya dakwaan penyerangan petugas kepolisian tak ikut dihapus dan masa percobaan tak kunjung dicabut.
Hingga Clovin berusia 82, status dalam masa percobaan itu tetap ia bawa. Ia secara resmi mengajukan pencabutan status tersebut ke pengadilan, pada Oktober 2021.
"Saya seorang wanita tua sekarang. Menghapus catatan saya akan berarti bagi cucu dan cicit saya. Dan itu akan berarti bagi anak-anak kulit hitam lainnya," kata Colvin dalam berkas pengajuannya.
Calvin Williams adalah hakim kulit hitam di Kota Montgomery yang akhirnya membersihkan catatan kriminal Clovin pada akhir 2021, setelah berpuluh-puluh tahun ditetapkan secara keliru.
"Saya ingin, atas nama saya sendiri dan semua hakim di Montgomery, menyampaikan permintaan maaf saya atas ketidakadilan yang dilakukan terhadap Anda," kata Williams kepada Colvin dalam wawancara CBS, pada Desember 2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.