"Ini kasus peretasan terbesar sepanjang catatan AJI," pungkas Adib.
Peretasan dilakukan melalui berbagai platform media sosial, seperti akun Facebook, Instagram, Telegram, hingga WhatsApp.
Ada lima kasus peretasan lainnya yang dilaporkan, yakni yang dialami oleh jurnalis CNN Indonesia, Jaring.id, akun YouTube Suara Kita, akun Facebook Nuusdo, hingga Ketua AJI Indonesia.
AJI Indonesia menilai, peretasan mudah terjadi salah satunya karena rendahnya kesadaran akan keamanan digital.
Sejumlah korban diketahui belum menerapkan autentifikasi dua langkah, menggunakan kata sandi yang mudah dideteksi, hingga menggunakan satu email untuk semua media sosial.
Melihat banyaknya serangan peretasan, AJI Indonesia merekomendasikan adanya peningkatan kapasitas keamanan digital bagi awak media.
"Keamanan holisitk ini bukan hanya secara fisik, tetapi dalam rangka mencegah, mengurangi risiko, dan respons ketika mengalami serangan digital," papar Adib.
Sementara itu, terkait tren serangan DDoS, AJI Indonesia memandang perlu adanya peningkatan keamanan situs media.
Selain mempelajari pola serangan DDoS, peningkatan keamanan juga dapat dilakukan dengan mengetahui jenis serangan, tanda-tanda munculnya, hingga memetakan motivasi pelaku.
Peningkatan keamanan situs bukanlah hal yang mudah dilakukan, terutama bagi media berskala kecil.
Oleh karena itu, program keberlanjutan untuk mendukung kemananan digital situs media perlu dilakukan.
Berdasarkan catatan AJI Indonesia, kasus serangan pada 2022 mencapai 61 kasus dengan 97 korban dari jurnalis dan pekerja media dari 14 organisasi media.
Jumlah kasus ini meningkat dari 2021 yang mencapai 43 kasus.
Selain 15 serangan digital, terjadi pula kekerasan fisik dan perusakan alat kerja sebanyak 20 kasus, kekerasan verbal sebanyak 10 kasus, kekerasan berbasis gender sebanyak 3 kasus, penangkapan dan pelaporan pidana sebanyak 5 kasus, serta penyensoran sebanyak 8 kasus.
Sebanyak 24 kasus melibatkan aktor negara yang terdiri atas polisi dengan 15 kasus, aparat pemerintah dengan 7 kasus,dan TNI sebanyak 2 kasus.
Sementara itu, terdapat 20 kasus yang dilakukan oleh aktor non-negara, seperti ormas sebanyak 4 kasus, partai politik sebanyak 1 kasus, perusahaan sebanyak 6 kasus, dan warga sebanyak 9 kasus. Sisanya, 17 kasus belum teridentifikasi pelakunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.