KOMPAS.com - Mata Maria Magdalena Endang Sri Lestari berkaca-kaca ketika menceritakan seorang anak berusia 7 tahun meninggal di pangkuannya.
Anak itu, Lika (bukan nama sebenarnya), sempat dirawat Magdalena pada 2015 karena terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Kemudian ia dibawa ke rumah sakit di Semarang karena kondisi kesehatannya memburuk. Sang anak ditemani oleh ibu kandung beserta kakek dan neneknya selama dirawat.
Baca juga: 6 Mitos tentang HIV/AIDS, Jangan Lagi Percaya
Suatu saat, pihak rumah sakit menghubungi Magdalena untuk datang karena kondisi Lika bertambah buruk.
Begitu sampai di rumah sakit, Magdalena masih sempat mendekap Lika. Momen itu adalah saat-saat terakhir Magdalena bersama Lika.
“Dia minta digendong, padahal di situ ada ibu kandungnya, ada nenek sama kakeknya. Tapi saya heran kenapa dia minta digendong saya, terus saya ajak jalan-jalan dan saya puk-puk,” ujar Magdalena, saat ditemui di Semarang, Sabtu (17/12/2022).
“Saat kondisinya semakin buruk, saya duduk kemudian Lika dipasang alat-alat sama perawat dan meninggal di pangkuan saya. Anak saya meninggal tanggal 1 Desember pas Hari AIDS Sedunia,” ucap perempuan berusia 47 tahun itu.
Peristiwa itu membuat Magdalena terpukul. Ia kehilangan salah satu anak yang dirawat di rumahnya.
Sejak 2015, tempat tinggal Magdalena di Jalan Kaba Timur, Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, digunakan untuk merawat anak-anak dengan HIV.
Rumah singgah itu diberi nama Rumah AIRA, singkatan dari anak itu rahmat Allah. Sejak kematian Lika, Magdalena berjanji untuk lebih memperhatikan anak-anak yang ia rawat.
“Itu yang membuat saya teringat terus seumur hidup dan saya janji enggak boleh ada yang meninggal lagi kalau dirawat di rumah saya,” ujar Magdalena.
Baca juga: Apa yang Perlu Dilakukan jika Tertular HIV? Ini Penjelasan Kemenkes
Magdalena memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai tata usaha di Rumah Sakit St Elisabeth Semarang. Ia memilih fokus mengurus Rumah AIRA sambil membuka usaha salon dan menjadi instruktur senam yang tidak terikat waktu.
“Saya kadang heran, kok bisa ya. Yang penting jalani saja, saya bisa bagi waktu kok. Kapan saya masak, kapan merawat anak-anak dan kapan bekerja. Puji Tuhan bisa,” tuturnya.
Sejak 2015 hingga 2022, terdapat lebih dari 50 anak yang telah dirawat di Rumah AIRA. Rata-rata mereka tinggal selama satu bulan atau sampai kondisinya membaik, kemudian dijemput oleh orangtuanya.
Kepedulian Magdalena terhadap anak-anak dengan HIV tumbuh sejak 2012. Saat itu ia kerap mengikuti temannya yang aktif di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).