KOMPAS.com - Penerapan hukuman mati di Indonesia menyisakan persoalan, yakni fenomena deret tunggu atau death row phenomenon.
Berdasarkan data Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), terdapat 404 terpidana mati dalam deret tunggu eksekusi, sebanyak 97 orang di antaranya menunggu lebih dari 10 tahun.
Deret tunggu eksekusi mati tidak hanya menjadi masa tunggu terpidana mati terkait pengajuan atau permohonan grasi ke presiden, tetapi juga menjadi bentuk penghukuman bagi terpidana mati.
Pasalnya, ICJR menemukan praktik perlakuan yang tidak manusiawi terhadap terpidana mati selama proses penyidikan, pengadilan, hingga menunggu eksekusi.
Peneliti ICJR Adhigama Andre Budiman memaparkan, tim peneliti menemukan tiga terpidana mati yang mengaku mendapatkan penyiksaan.
Ketiganya mendapatkan kekerasan fisik, bahkan salah satunya ditembak di kaki. Ada pula yang dipaksa mengakui kejahatan tanpa barang bukti, diintimidasi dan mendapatkan beberapa penanganan di luar prosedur.
Selain itu, perlakuan tidak manusiawi juga muncul akibat kondisi penghuni atau warga binaan yang melebihi kapasitas lapas.
"Ditemukan juga fenomena deret tunggu, di mana terpidana menunggu eksekusi dalam kondisi buruk, yakni ditahan di sel dengan kecerahan pencahayaan rendah dan overcrowded," kata Adhigama, dalam diskusi secara daring untuk memperingati Hari HAM Sedunia secara daring, Jumat (16/12/2022).
Persoalan lainnya, terpidana mati kerap tidak mendapatkan haknya. Misalnya, selama tahap penyidikan, tertuduh tidak mendapatkan pendampingan hukum.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui soal tak terpenuhinya sebagian hak para terdakwa dan terpidana mati.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.