Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Kepala Daerah dan ASN, Masalah Serius yang Sulit Diselesaikan

Kompas.com - 12/12/2022, 12:52 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korupsi dan perilaku koruptif menjadi penyakit lama yang tak kunjung hilang di Indonesia. Setiap tahun, bermunculan kasus korupsi di institusi pemerintahan yang melibatkan para pejabat negara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, pada semester I tahun 2022 saja setidaknya terdapat 252 kasus korupsi yang dilakukan oleh 612 orang tersangka.

Negara pun mengalami kerugian mencapai Rp33,6 triliun akibat tindakan korupsi tersebut. Dari 612 pelaku korupsi, diketahui 38 persennya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pegawai Pemerintahan Daerah (Pemda) menjadi penyumbang terbanyak ASN yang melakukan korupsi dengan jumlah 167. 

Hal itu menjadi catatan tersendiri bagi institusi pemerintahan. ASN yang diharapkan menjadi pelayanan masyarakat, dalam praktiknya justru mengkhianati amanah yang diberikan.

Baca juga: Data ICW: Potensi Kerugian Negara akibat Korupsi Capai Rp 33,6 Triliun

Peneliti ICW Diky Anandya menjelaskan, dengan masih banyak ASN yang melakukan korupsi, ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang.

Salah satunya adalah terkait sistem pengawasan yang dilakukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

“Perlu dipertanyakan soal mekaniskme pengawasan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Karena itu masih menjadi persoalan yang terjadi dari tahun ke tahun,” kata Diky kepada Kompas.com, Jumat (9/12/2022).

Di samping itu, kata Diky, penting juga untuk mengkaji ulang peraturan presiden soal grand desain reformasi birokrasi yang berfokus pada penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Baca juga: Tiga Modus Korupsi Paling Marak Menurut Data ICW Semester I 2022

Selain banyak melibatkan ASN, pada 2022 juga masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi.

Dari 12 kepala daerah yang kasusnya ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) 10 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sendiri bukan hal baru. Dikutip dari laman ICW, berdasarkan data dari KPK, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 terdapat 22 gubernur dan 148 bupati atau wali kota yang telah ditindak oleh KPK.

Baca juga: [Kabar Data] Mengurai Akar Masalah Korupsi Kepala Daerah

Ilustrasi politik uang atau serangan fajar.Pexels/@Tima-Miroshnichenko Ilustrasi politik uang atau serangan fajar.

Beban biaya politik

Mahalnya biaya politik disebut menjadi salah satu penyebab utama maraknya korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.

Sebab, selama ini dalam proses pencalonan kepala daerah masih terjadi praktik politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying).

Kajian Litbang Kemendagri tahun 2015 menyebutkan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20 sampai 100 miliar.

Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar dalam satu periode.

"Salah satu penyebab mengapa banyak korupsi yang melibatkan kepala daerah itu soal mahalnya mahar politik," ucap Diky.

"Soal masih dinormalisasinya politik uang untuk jual beli suara. Di saat yang sama pasti ada kecenderungan kepala daerah ketika terpilih dengan cara-cara demikian, berusaha untuk balik modal," ujarnya. 

Jika kita menilik ke belakang, masifnya korupsi kepala daerah sudah bisa dilihat sejak awal 2022. Pada Januari, selama tiga pekan berturut-turut masyarakat disuguhi kabar penangkapan kepala daerah yang terjerat korupsi.

Mereka adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud, serta Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Belakangan pada September kasus korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe pun menjadi sorotan dan bisa dikatakan sebagai salah satu yang cukup menonjol tahun 2022 ini.

Oleh KPK, Enembe ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Kasus itu pun semakin banyak diperbincangkan,  pasalnya Enembe mangkir dari panggilan KPK selama dua kali dengan alasan kesehatan. Selain itu Enembe juga disebut kerap pergi ke luar negeri untuk berjudi.

Belum Diselesaikan

Menurut Diky dengan masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi dari tahun ke tahun akan menghambat pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah.

"Penting untuk diinggat kepala daerah mempunyai fungsi untuk pemerataan kesejahteraan di daerah. Tentu ini masih menghambat upaya pemerataan kesejahteraan di Indonesia sejak penyelenggaraan desentralisasi kekuasaan," ujar Diky.

Bagi ICW, persoalan korupsi kepala daerah sampai hari ini masih menjadi masalah serius yang belum kunjung terselesaikan dan harus menjadi perhatian khusus.

“Kalau bicara soal fenomena korupsi kepala daerah, tentu masih menjadi persoalan serius yang belum bisa diselesaikan," ujar Diky.

"Kalau dilihat dari data ICW yang dikeluarkan dari 2010 hingga 2018 tercatat ada 253 kepala daerah yang tetapkan menjadi tersangka oleh aparat penegak hukum," ungkapnya.

Berkaitan dengan korupsi di sektor pemerintahan dan birokrasi, pemerintah diharapkan segera melakukan penguatan kelembagaan inspektorat di masing-masing instansi kementerian, lembaga dan pemerintahan daerah.

Hal itu diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya korupsi di sektor tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Sandra Dewi Pura-pura Gila Saat Ditangkap Polisi

[HOAKS] Sandra Dewi Pura-pura Gila Saat Ditangkap Polisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Promosikan Obat Nyeri Sendi

[HOAKS] Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Kehadiran Pasukan Rusia di Gaza

[HOAKS] Video Kehadiran Pasukan Rusia di Gaza

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Cek Fakta Pernyataan Sekjen PDI-P, Kecurangan Pilpres Bisa Terulang di Pilkada?

[VIDEO] Cek Fakta Pernyataan Sekjen PDI-P, Kecurangan Pilpres Bisa Terulang di Pilkada?

Hoaks atau Fakta
Cek Fakta Sepekan: Hoaks Tentara China ke Indonesia | Pertalite Tidak Tersedia di SPBU

Cek Fakta Sepekan: Hoaks Tentara China ke Indonesia | Pertalite Tidak Tersedia di SPBU

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Prabowo Beri Bantuan Melalui Nomor WhatsApp, Awas Penipuan

INFOGRAFIK: Hoaks Prabowo Beri Bantuan Melalui Nomor WhatsApp, Awas Penipuan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Cek Fakta, Benarkah Perubahan Iklim Tingkatkan Penularan DBD?

INFOGRAFIK: Cek Fakta, Benarkah Perubahan Iklim Tingkatkan Penularan DBD?

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com