KOMPAS.com - Sebuah artikel menyebutkan bahwa pemanasan dan pendinginan global merupakan peristiwa alam yang tidak terkait dengan emisi karbon atau antropogenik.
Artikel yang ditayangkan di Dailysceptic.org itu mengutip pernyataan sejumlah ilmuan untuk mendukung kesimpulannya, bahwa perubahan iklim terjadi karena variabel atau faktor alam belaka.
Faktor alam yang mereka maksud adalah osilasi atau ayunan badai El Nino yang menggeser zona hujan tropis ke utara, dan berdampak mendorong cuaca panas ke Greenland.
Poin itu disebutkan dari penelitian tiga ahli iklim asal Jepang yang secara tidak langsung membantah gagasan ilmiah umum bahwa karbon dioksida (CO2) yang menyebabkan perubahan iklim.
Poin kedua menyebutkan bahwa berdasarkan National Snow and Ice Data Center Amerika Serikat, diperoleh informasi bahwa es di bagian utara telah menjadi 1,28 juta kilometer persegi pada September 2022.
Hal itu menunjukkan peningkatan sejak 2012 yang luasan es di sana sebesar 3,39 juta kilometer persegi. Data itu bertentangan dengan pendapat umum bahwa banyak es telah hilang.
Poin ketiga bahwa di masa lalu pernah terjadi pemanasan global tanpa campur tangan emisi karbon, namun pada akhirnya kondisinya akan kembali.
Hal itu mereka diklaim bisa dilihat dalam siklus alam dalam rentang belasan ribu tahun, yang di dalamnya ada proses pendinginan dan pemanasan global secara alami.
AFP telah melakukan penelusuran terkait klaim-klaim itu, dan menghasilkan sejumlah konfirmasi sebagai berikut:
Shinji Matsumura dari National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience Jepang adalah peneliti yang dicatut terkait klaim di atas.
Dalam artikel yang diterbitkan Universitas Hokkaido, Matsumura menjelaskan bahwa siklon badai El Nino mendorong udara yang lebih dingin ke utara.
Hal itu berdampak memperlambat pencairan es di Greenland. Namun fakta itu tidak menyangkal bahwa emisi karbon atau karbon dioksida berperan besar dalam mempercepat perubahan iklim.
"Lapisan es Greenland mencair dalam jangka panjang karena pemanasan global yang terkait dengan emisi gas rumah kaca, tetapi laju pencairan itu telah melambat dalam dekade terakhir," tulisnya.
Tingkat minimum es laut Arktik pada September 2022 memang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2012. Namun itu bukan pembacaan data yang tepat.
Yang sebenarnya dimaksudkan Pusat Data Salju dan Es Nasional AS (NSIDC) adalah, es sebesar 1,54 juta kilometer persegi itu jumlahnya di bawah rata-rata selama tahun 1981 sampai 2010.