KOMPAS.com - Dalam satu minggu terakhir, ditemukan beragam klaim keliru yang beredar di media sosial. Mulai dari topik kesehatan, politik, bencana, hingga kasus yang sedang ramai diperbincangkan.
Arus informasi bergerak secara dinamis sehingga kekeliruan, baik sengaja maupun tidak, tak dapat dihindar.
Untuk memudahkan masyarakat mengidentifikasi kebenaran informasi tersebut, berikut ringkasan penelusuran fakta, dari berbagai informasi keliru yang beredar di media sosial sepanjang pekan ini:
Sebuah video di media sosial menyebarkan narasi cara mengatasi luka akibat gigitan ular berbisa, yakni dengan menempelkan bawang merah yang telah dikunyah.
Namun, metode ini tidak dapat menjadi penanganan pertama yang tepat ketika terkena gigitan ular.
Dokter Spesialis Toksikologi ular berbisa, dr Tri Maharani MSi SpEm mejelaskan, cara yang tepat untuk mengatasi gigitan ular adalah dengan imobilisasi atau membuat bagian tubuh yang terkena gigitan tidak banyak bergerak.
"Jadi kelenjar lymfe itu secara fisiologis pumpingnya dari pergerakan otot. Jadi ketika ada pergerakan otot maka aliran cairan lymfe beredar keseluruhan tubuh. Ya begitulah jadi venom menyebar," kata Tri.
Setelah itu, segera dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan secara medis.
Perawatan akan diberikan sesuai kondisi pasien, ada yang cukup observasi selama 48 jam dengan obat pertolongan pertama, diberi obat anti bisa, hingga perawatan dengan ventilator.
Cek fakta selengkapnya di sini.
Taiwan dilanda gempa bumi pada Minggu (18/9/2022). Tak lama setelah itu, beredar video menampilkan gedung Taipei 101 yang meliuk-liuk yang diklaim terjadi ketika gempa tersebut.
Padahal, video yang beredar merupakan rekayasa digital yang telah beredar di internet setidaknya sejak Agustus 2022. Sementara, gempa di Taiwan terjadi pada 18 dan 19 September 2022.
Manajemen Taipei 101 telah menerbitkan bantahan melalui akun Facebook Taipei 101 (bercentang biru).
Mereka menyatakan, video itu tidak sesuai dengan fakta gempa dan membuat orang salah paham.
Simak penelusuran selengkapnya di sini.
Setelah pemerintah menetapkan kenaikan harga bahan bakar minyak, banyak informasi keliru beredar di media sosial.
Belakangan, sebuah video menampilkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memarahi para menteri dalam rapat kabinet disebut karena melambungnya harga barang pokok akibat kenaikan BBM.
Setelah ditelusuri Kompas.com, Jumat (23/9/2022), ternyata itu video saat rapat di sidang paripurna yang berlangsung pada tanggal 18 Juni 2020 yang dirilis di youtube Sekretariat Presiden pada Minggu, (28/6/2020).
Jokowi meminta agar para menterinya untuk tidak menganggap kondisi pandemi Covid-19 ini sebagai kondisi yang biasa.
Ketika itu, Covid-19 masih mengganas di Indonesia, sehingga Jokowi menginginkan menginginkan kebijakan luar biasa agar situasi pandemi segera teratasi.
Beredar narasi di media sosial yang menganjurkan mengonsumsi garam alami tanpa yodium karena dinilai lebih sehat.
Garam tanpa yodium disebut dapat melindungi acar dari pembusukan, sehingga disimpulkan garam yang sama juga dapat melindungi organ tubuh manusia.
Garam tanpa yodium sintetik itu diklaim lebih baik untuk tubuh karena mengandung 84 elemen, seperti kalsium, besi, seng, kalium, dan tembaga.
Dokter Ahli Gizi Dr dr Tan Shot Yen, M Hum menjelaskan, tidak benar bahwa dengan mengonsumsi garam tanpa yodium, maka serta merta akan memenuhi kebutuhan kalsium, besi, seng, kalium, dan tembaga.
"Jika ingin mencari mineral dan lainnya, salah besar jika cari di garam, sebab kita hanya perlu konsumsi garam dalam jumlah amat sedikit. Dan otomatis mineralnya tidak seberapa yang bisa didapat," ujar Tan seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (20/2/2022).
Narasi yang mempromosikan garam tanpa yodium ini beredar seiring dengan maraknya anjuran konsumsi garam merah muda atau garam Himalaya.
Faktanya, sama seperti garam putih, garam merah muda sebagian besar terdiri dari natrium klorida.
Garam beryodium lebih dianjurkan karena mencegah defisiensi yodium. Terlepas dari kandungannya, tidak ada larangan untuk mengonsumsi garam tanpa yodium.
Hanya ada batasan konsumsi garam yang dianjurkan, yakni 5 gram per hari untuk orang dewasa.
Ada klaim di media sosual yang menyatakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, menjual organ milik jenazah Brigadir J seharga Rp 4 miliar.
Narasi itu menyebar melalui sebuah sebuah video berdurasi 3 menit 16 detik.
Namun, dari hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J pada 27 Juli 2022, Tim Dokter Forensik yang diketuai oleh Ade Firmansyah Sugiharto menyampaikan tidak ada organ yang hilang.
"Yang jelas memang tidak ada organ yang hilang dan semua dikembalikan ke tubuh jenazah," kata Ade, Senin (22/8/2022).
Sementara itu, tidak ada bukti bahwa organ Brigadir J yang dijual Rp 4 miliar.
Baca fakta lebih lengkap di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.