KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) adalah negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme berupa pasar bebas yang membatasi kewenangan negara perekonomian.
Pihak swasta terutama pemodal besar memiliki keleluasaan lebih besar dalam mengatur sumber-sumber pendapatan, dibandingkan rakyat kecil.
Terjadi ketimpangan ekonomi yang tinggi di AS yang memunculkan protes besar Kuasai Wall Street atau Occupy Wall Street, di New York, selama 59 hari sejak 17 September 2011.
Dilansir dari History.com, saat itu ratusan aktivis berkumpul di Zuccotti Park, Manhattan, dilanjutkan duduk di sana berminggu-minggu menyampaikan protesnya.
Mereka menolak sistem ekonomi dengan kesenjangan pendapatan dan banyaknya perusahaan dengan praktik korup. Hampir dua bulan berikutnya, ribuan orang datang turut serta dalam aksi itu.
Para demonstran pun harus berhadapan dengan kepolisian yang menggunakan bubuk merica, penangkapan, dan pengusiran untuk membubarkan demonstrasi.
Aksi meluas di kota-kota lain di AS hingga ratusan demonstran tercatat ditangkap polisi di New York, Oakland, Washington, Los Angeles, Philadelphia dan di berbagai negara bagian.
Slogan "We Are the 99%" menjadi salah satu yang ramai diucapkan dalam demonstrasi Occupy Wall Street.
Belum diketahui sumber data 99 persen itu dan apa dasar perhitungannya, namun hal itu melambangkan mereka adalah mayoritas masyarakat AS.
Mereka adalah masyarakat korban kesenjangan pendapatan yang merasa ada ketidakadilan dalam sistem ekonomi di sana, serta melihat maraknya praktik korupsi.
Sementara di sisi lain, ada 1 persen kelompok kaya yang memiliki kekuatan ekonomi, kebijakan, dan sumber daya yang mereka gunakan untuk terus menguntungkan diri mereka sendiri.
Gerakan itu diawali lembaga publikasi anti-konsumer Adbuster dan ajakan mereka viral di Facebook dan Twitter, hingga meluas dan diberantas kepolisian dan para wali kota.
Setelah dibubarkan, banyak pihak menuding aksi itu gagal membuat perubahan atau mewujudkan tuntutan-tuntutan para demonstran.
Bahkan, tidak ada korporasi milik 1 persen kelompok kaya yang ambruk atau lembaga khusus yang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat 99 persen.
Gerakan itu dipandang sebagai keramaian belaka, dan bukan contoh berhasil dari tindakan kolektif untuk mengubah suatu kondisi.
Namun, dilansir dari Time, Occupy Wall Street mendapatkan slot pemberitaan yang masif di televisi yang membuat banyak orang tersadar bahwa benar-benar ada ketidakadilan ekonomi dimana ada segelintir orang yang berkuasa dan terus mencari keuntungannya sendiri.
Aksi demonstrasi itu tidak dianggap gagal. Occupy Wall Street justru menjadi contoh gerakan baru lain yang menggunakan media sosial, tagar, dan demonstrasi lapangan.
Gerakan yang kemudian menggunakan tagar di media sosial berikutnya, di antaranya tolak pelecehan seksual #MeToo tahun 2017 dan kesetaraan orang kulit hitam #BlackLivesMatter 2013.
Selain itu, gerakan Occupy Wall Street menginspirasi sejumlah demonstrasi di negara lain untuk melawan pemerintahan otoriter yang berpadu dengan korporasi serakah.
Occupy Movement menjadi pergerakan yang mendunia, dan terjadi di sejumlah negara lain dari Hong Kong dengan Occupy Central, Occupy Berlin di Jerman, hingga Occupy Nigeria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.