Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awal Berdirinya Harian Kompas dan Upaya Melawan Monopoli Pemberitaan...

Kompas.com - 29/06/2022, 12:36 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - 57 tahun sudah surat kabar Kompas beredar di Indonesia sejak terbit perdana pada 28 Juni 1965. Lahir di era Orde Lama, nama Kompas tidak lepas dari sosok Soekarno. Presiden Soekarno-lah yang memberikan nama "Kompas".

Proses lahirnya Kompas berawal dari usulan Jenderal Ahmad Yani agar kalangan Katolik mendirikan surat kabar untuk mengimbangi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi lainnya.

Usulan tersebut disampaikan kepada Frans Seda yang menjadi ketua Partai Katolik.

"Ide Jenderal Ahmad Yani tersebut berkembang di kalangan pimpinan Partai Katolik, tetapi dianggap sebagai sesuatu yang berat," tulis Frans Seda dalam Kompas edisi 28 Juni 1990.

Dalam buku P.K. Ojong, Hidup Sederhana Berpikir Mulia (2014) disebutkan bahwa rencana tersebut hampir gagal. Sebelum akhirnya Frans Seda bertemu dengan Jakob Oetama dan PK Ojong yang telah berpengalaman di bidang media massa.

Baca juga: Cerita Megawati soal Pemberian Nama Kompas oleh Bung Karno kepada Jakob Oetama: Harapannya Menjadi Arah, Membantu Perjuangan

Kemudian, dibentuklah sebuah yayasan yang menerbitkan koran, diberi nama Yayasan Bentara Rakyat.

Nama "Bentara" diambil untuk memenuhi selera orang Flores karena di sana ada majalah Bentara yang cukup populer. Sedangkan, "Rakyat" dipilih untuk mengimbangi Harian Rakyat yang lekat dengan komunis.

Kendala dipersulit PKI

Ternyata, saat akan melakukan penerbitan mereka terkendala dengan izin yang sulit. Terlebih saat itu aparatur perizinan dikuasai oleh orang PKI.

"Ketika semua sudah bisa diatasi, datang suatu persyaratan terakhir untuk bisa terbit, yakni harus ada bukti bahwa telah ada langganan sekurang-kurangnya 3.000 orang. Ini benar-benar pukulan terakhir, knock out! Itu sangka mereka. Mereka lupa bahwa masih ada yang dinamakan Flores," kata Frans Seda.

Maka, diinstruksikanlah kepada semua anggota Partai Katolik, guru-guru sekolah, anggota koperasi Kopra Primer di Flores untuk menjadi pelanggan surat kabar Kompas.

Dalam waktu singkat, terkumpul 3.000 pelanggan lengkap dengan tanda tangan dan alamatnya.

Baca juga: Patung Jakob Oetama dan PK Ojong Diabadikan sebagai Pengingat Semangat Kebangsaan

Setelah izin terbit keluar, Frans Seda menghadap Soekarno. Soekarno lantas menanyakan nama surat kabar yang akan diterbitkan.

“Apa nama harianmu?" tanya Soekarno.

"Bentara Rakyat, Bung," jawab Frans Seda

Sambil tersenyum, Soekarno memandang Frans Seda sambil berkata:

"Aku akan memberi nama yang lebih bagus. Kompas! Tahu toh apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba!”

Frans Seda pun menampung usulan Soekarno untuk mendiskusikan dengan redaksi dan Yayasan Bentara Rakyat. Setelah dilakukan diskusi, disepakatilah nama Kompas sebagai surat kabar atau harian yang akan mereka terbitkan.

Baca juga: Alasan Bung Karno Berikan Nama Kompas 57 Tahun Lalu

Generasi pertama Intisari, dari kiri ke kanan: Jakob Oetama, PK Ojong, Adi Subrata, dan IrawatiDokumen Kompas Generasi pertama Intisari, dari kiri ke kanan: Jakob Oetama, PK Ojong, Adi Subrata, dan Irawati

Merekrut Wartawan Muda

Peran Jakob Oetama dan PK Ojong cukup penting dalam lahirnya Kompas. Dalam harian Kompas pada 1980. Jakob Oetama menuliskan bahwa sebenarnya ia dan PK Ojong enggan menerbitkan surat kabar Kompas pada 1965.

Alasannya, menurut Jakob, lingkungan ekonomi, politik dan infrastruktur kala itu tidak menunjang.

Terlebih, ketika itu koran-koran antikomunis diberedel serentak. Diceritakan Jakob, untuk menerobos monopoli pemberitaan saat itu, PK Ojong berlangganan sejumlah surat kabar luar negeri.

Di samping itu, untuk melawan monopoli pemberitaan, Jakob Oetama dan PK Ojong merekrut pemuda yang belum pernah bekerja di penerbitan lain.

"Karena mereka belum terpengaruh politicial bias dan cara kerja di surat kabar lain," kata Jakob Oetama.

Dalam buku P.K. Ojong Hidup Sederhana Berpikir Mulia (2014) salah satu pemuda yang direkrut menjadi wartawan adalah Indra Gunawan.

Menurut Indra, Jakob Oetama dan PK Ojong mendidik wartawannya secara mandiri. Jakob memberi tugas tentang reportase, sedangkan PK Ojong memberi tugas terjemahan.

Hasil tulisan itu kemudian dibahas secara serius, tidak jarang penulisnya diminta untuk memperbaiki ataupun melengkapi tulisan yang dibuat. Walaupun, waktu itu koran Kompas belum terbit.

Redaksi Kompas saat itu dipenuhi oleh orang-orang muda. Ada yang bertugas ke luar menjadi reporter. Ada pula yang bertugas di kantor.

Hingga akhirnya, pada 28 Juni 1965 surat kabar Kompas akhirnya terbit secara perdana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

Hoaks atau Fakta
Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Data dan Fakta
Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com