KOMPAS.com - 57 tahun sudah surat kabar Kompas beredar di Indonesia sejak terbit perdana pada 28 Juni 1965. Lahir di era Orde Lama, nama Kompas tidak lepas dari sosok Soekarno. Presiden Soekarno-lah yang memberikan nama "Kompas".
Proses lahirnya Kompas berawal dari usulan Jenderal Ahmad Yani agar kalangan Katolik mendirikan surat kabar untuk mengimbangi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi lainnya.
Usulan tersebut disampaikan kepada Frans Seda yang menjadi ketua Partai Katolik.
"Ide Jenderal Ahmad Yani tersebut berkembang di kalangan pimpinan Partai Katolik, tetapi dianggap sebagai sesuatu yang berat," tulis Frans Seda dalam Kompas edisi 28 Juni 1990.
Dalam buku P.K. Ojong, Hidup Sederhana Berpikir Mulia (2014) disebutkan bahwa rencana tersebut hampir gagal. Sebelum akhirnya Frans Seda bertemu dengan Jakob Oetama dan PK Ojong yang telah berpengalaman di bidang media massa.
Kemudian, dibentuklah sebuah yayasan yang menerbitkan koran, diberi nama Yayasan Bentara Rakyat.
Nama "Bentara" diambil untuk memenuhi selera orang Flores karena di sana ada majalah Bentara yang cukup populer. Sedangkan, "Rakyat" dipilih untuk mengimbangi Harian Rakyat yang lekat dengan komunis.
Ternyata, saat akan melakukan penerbitan mereka terkendala dengan izin yang sulit. Terlebih saat itu aparatur perizinan dikuasai oleh orang PKI.
"Ketika semua sudah bisa diatasi, datang suatu persyaratan terakhir untuk bisa terbit, yakni harus ada bukti bahwa telah ada langganan sekurang-kurangnya 3.000 orang. Ini benar-benar pukulan terakhir, knock out! Itu sangka mereka. Mereka lupa bahwa masih ada yang dinamakan Flores," kata Frans Seda.
Maka, diinstruksikanlah kepada semua anggota Partai Katolik, guru-guru sekolah, anggota koperasi Kopra Primer di Flores untuk menjadi pelanggan surat kabar Kompas.
Dalam waktu singkat, terkumpul 3.000 pelanggan lengkap dengan tanda tangan dan alamatnya.
Baca juga: Patung Jakob Oetama dan PK Ojong Diabadikan sebagai Pengingat Semangat Kebangsaan
Setelah izin terbit keluar, Frans Seda menghadap Soekarno. Soekarno lantas menanyakan nama surat kabar yang akan diterbitkan.
“Apa nama harianmu?" tanya Soekarno.
"Bentara Rakyat, Bung," jawab Frans Seda
Sambil tersenyum, Soekarno memandang Frans Seda sambil berkata:
"Aku akan memberi nama yang lebih bagus. Kompas! Tahu toh apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba!”
Frans Seda pun menampung usulan Soekarno untuk mendiskusikan dengan redaksi dan Yayasan Bentara Rakyat. Setelah dilakukan diskusi, disepakatilah nama Kompas sebagai surat kabar atau harian yang akan mereka terbitkan.
Baca juga: Alasan Bung Karno Berikan Nama Kompas 57 Tahun Lalu
Peran Jakob Oetama dan PK Ojong cukup penting dalam lahirnya Kompas. Dalam harian Kompas pada 1980. Jakob Oetama menuliskan bahwa sebenarnya ia dan PK Ojong enggan menerbitkan surat kabar Kompas pada 1965.
Alasannya, menurut Jakob, lingkungan ekonomi, politik dan infrastruktur kala itu tidak menunjang.
Terlebih, ketika itu koran-koran antikomunis diberedel serentak. Diceritakan Jakob, untuk menerobos monopoli pemberitaan saat itu, PK Ojong berlangganan sejumlah surat kabar luar negeri.
Di samping itu, untuk melawan monopoli pemberitaan, Jakob Oetama dan PK Ojong merekrut pemuda yang belum pernah bekerja di penerbitan lain.
"Karena mereka belum terpengaruh politicial bias dan cara kerja di surat kabar lain," kata Jakob Oetama.
Dalam buku P.K. Ojong Hidup Sederhana Berpikir Mulia (2014) salah satu pemuda yang direkrut menjadi wartawan adalah Indra Gunawan.
Menurut Indra, Jakob Oetama dan PK Ojong mendidik wartawannya secara mandiri. Jakob memberi tugas tentang reportase, sedangkan PK Ojong memberi tugas terjemahan.
Hasil tulisan itu kemudian dibahas secara serius, tidak jarang penulisnya diminta untuk memperbaiki ataupun melengkapi tulisan yang dibuat. Walaupun, waktu itu koran Kompas belum terbit.
Redaksi Kompas saat itu dipenuhi oleh orang-orang muda. Ada yang bertugas ke luar menjadi reporter. Ada pula yang bertugas di kantor.
Hingga akhirnya, pada 28 Juni 1965 surat kabar Kompas akhirnya terbit secara perdana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.