Alim menjelaskan bahwa tidak semua riffing menyinggung penonton, karena pada dasarnya itu adalah upaya mengajak penonton berkomunikasi.
"Riffing dalam komedi itu kan sebenarnya mengajak penonton untuk berinteraksi, biasanya sih menggunakan penonton sebagai objek lelucon. Namun kan perlu kita hati-hati di dalam menggunakan strategi ini, karena kalau gagal itu bisa menyinggung perasaan penonton, seperti yang terjadi dari kasus Smith dengan Rock," kata dia.
Berbeda cerita ketika lelucon menyinggung orang lain dengan membuatnya merasa direndahkan karena kondisi tubuh, keterbatasan, atau penyakitnya.
"Candaan yang menyangkut tubuh atau sakit seseorang itu tidak etis. Apa pun lah, sesuatu yang merendahkan, karena pada prinsipnya berkomunikasi itu jangan sampai membuat orang lain tidak nyaman," ujar Alim.
Lelucon semacam itu, menurut Alim, justru membuat orang tidak tertawa, hanya membuat orang yang dijadikan materi lelucon merasa direndahkan, ditelanjangi, atau dalam bahasa feminis diobjektifikasi.
Secara psikologis, tentu hal ini merugikan orang yang dijadikan objek lelucon.
"Bukan berarti ketika dia sudah menjadi komedian, dia bisa dengan bebas menggunakan pihak-pihak lain sebagai obyek, menjadikan orang lain tidak nyaman," kata Alim.
Dalam bukunya, Ramon Papana memberi catatan mengenai apa saja yang sebaiknya tidak dijadikan materi lelucon. Salah satunya tentang penyakit orang lain.
"Jangan pakai AIDS, kanker, kusta, dan penyakit lain yang ekstrem kecuali memang Anda mau penonton depresi atau menangis," tulis dia.
Ada perbedaan besar antara lelucon yang dimaksudkan untuk merendahkan dengan lelucon sebagai bentuk kritik.
Lelucon yang memuat materi kritik membutuhkan riset, data, atau bisa jadi pengalaman pribadi. Ada kepentingan publik atau suara minoritas di balik lelucon tersebut.
Namun, kritik dengan maksud merendahkan orang lain tidak membutuhkan apa pun kecuali ketidakpekaan.