KOMPAS.com - Aktor Will Smith menempeleng Chris Rock karena membuat lelucon soal istrinya, Jada Pinkett Smith.
Insiden di perhelatan Academy Awards-94 atau Piala Oscar 2022 ini memicu berbagai perbincangan, termasuk tentang batasan dalam dunia komedi.
Di atas panggung, Chris Rock membuat lelucon tentang rambut botak Jada yang dikaitkan dengan aktor Demi Moore yang tampil gundul demi film G.I. Jane (1997).
Padahal, Jada Pinkett Smith mencukur habis rambutnya karena mengidap alopecia areata, penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut.
Baca juga: [HOAKS] Jada Pinkett Smith Alami Kerontokan Rambut akibat Kanker
Apa yang dilakukan oleh stand-up comedian atau comic asal Amerika Serikat (AS), Chris Rock sebenarnya umum dilakukan di dunia komedi.
Namun apa yang membuat lelucon itu menjadi masalah serius?
Saat ini memang belum banyak referensi pustaka yang membicarakan perihal stand up comedy.
Namun, dilansir dari Buku Besar: Stand-Up Comedy Indonesia (2016) karya Ramon Papana, dalam dunia stand-up comedy sebenarnya comic diberi kebebasan untuk memilih topik apa saja yang disukainya dan kalau pun ada larangan atau sensor.
Hal itu biasanya karena pertimbangan penonton, budaya, tata krama, kesopanan, etika, atau selera.
Secara hukum, baik di AS maupun di Indonesia, komedian memiliki hak untuk menyampaikan lelucon tentang apa pun karena itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Baca juga: Kisah Anna Delvey Menipu Sosialita New York dan Penyesalannya di Penjara...
Di Indonesia, hal itu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28.
Sementara, di AS, hak atas kebebasan ekspresi dan berpendapat diatur dalam dokumen Virginia Bill Of Rights dan Declaration Of Independence.
Pada momen Oscar 2022, Chris Rock berusaha berkomunikasi dengan penonton melalui metode riffing.
Riffing dikenal juga dengan crowd work, kegiatan di mana seorang comic di atas panggung berusaha mengajak penonton berdialog, dengan maksud memancing kata atau kalimat yang bisa langsung dijadikan joke dan membuat penonton lain tertawa.
Metode ini juga kerap digunakan ketika comic berusaha menangani heckler atau orang yang mengganggu penampilannya.
Ada pula istilah ripping. Ripping adalah cara paling keras dan bersifat menyerang dengan kata-kata kasar, yang menghina (insulting).
Biasanya dalam riffing dan ripping terjadi secara insidental, atau tidak ada kesepakatan sebelumnya.
Meski bahan atau materi riffing sudah disiapkan sebelumnya oleh comic, tetapi penonton atau orang yang dijadikan materi lelucon tidak diberitahu sebelumnya.
Sisi baiknya, melalui riffing, comic yang mengajak bicara heckler dan penontonnya bisa menemukan bahan atau lelucon spontan yang disambut tawa penonton lain, bahkan membungkam heckler.
Namun, pada titik tertentu ini bisa menjadi senjata makan tuan. Seperti yang terjadi pada Chris Rock.
Baca juga: Kisah Lip Sync Milli Vanilli, Skandal Hoaks Terbesar di Industri Musik
Riffing dan ripping berbeda dengan roasting. Masih dari buku yang sama, roasting adalah sebuah kegiatan di mana ada orang, tamu, atau tokoh tertentu yang dihormati dijadikan sasaran lelucon dengan maksud menghibur.
Salah satu komedian yang terkenal dengan roasting-nya adalah Jeffrey Ross dan acara fenomenalnya "Roast Master".
Dia membuat lelucon tentang tokoh atau selebritas terkenal yang sengaja diundangnya dalam acara itu.
Roasting bukanlah untuk menjatuhkan atau menghina, tetapi justru menghormati dengan cara yang lebih lucu dan unik.
Terlepas dari materi roasting-nya, orang yang diundang dan mau hadir di acara itu tentu tahu bahwa dia akan dijadikan bahan lelucon habis-habisan.
Itulah yang membedakan roasting dengan metode komedi lainnya.
Baca juga: Kematian Paul McCartney, Bagaimana Hoaks Terbesar di Rock and Roll Ini Bermula
Dosen psikologi komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Alimatul Qibitiyah mengatakan, secara psikologis tanggapan orang yang mendapat roasting dan riffing yang menyinggung tentu akan berbeda.
"Kalau memang yang bersangkutan enggak masalah, berarti kan sudah ada consent ya di situ. Tetapi kalau itu tiba-tiba kan kita lihat ekspresinya," kata dosen fakultas dakwah dan komunikasi yang akrab disapa Alim ini, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/3/2022).
Alim menjelaskan bahwa tidak semua riffing menyinggung penonton, karena pada dasarnya itu adalah upaya mengajak penonton berkomunikasi.
"Riffing dalam komedi itu kan sebenarnya mengajak penonton untuk berinteraksi, biasanya sih menggunakan penonton sebagai objek lelucon. Namun kan perlu kita hati-hati di dalam menggunakan strategi ini, karena kalau gagal itu bisa menyinggung perasaan penonton, seperti yang terjadi dari kasus Smith dengan Rock," kata dia.
Berbeda cerita ketika lelucon menyinggung orang lain dengan membuatnya merasa direndahkan karena kondisi tubuh, keterbatasan, atau penyakitnya.
"Candaan yang menyangkut tubuh atau sakit seseorang itu tidak etis. Apa pun lah, sesuatu yang merendahkan, karena pada prinsipnya berkomunikasi itu jangan sampai membuat orang lain tidak nyaman," ujar Alim.
Lelucon semacam itu, menurut Alim, justru membuat orang tidak tertawa, hanya membuat orang yang dijadikan materi lelucon merasa direndahkan, ditelanjangi, atau dalam bahasa feminis diobjektifikasi.
Secara psikologis, tentu hal ini merugikan orang yang dijadikan objek lelucon.
"Bukan berarti ketika dia sudah menjadi komedian, dia bisa dengan bebas menggunakan pihak-pihak lain sebagai obyek, menjadikan orang lain tidak nyaman," kata Alim.
Dalam bukunya, Ramon Papana memberi catatan mengenai apa saja yang sebaiknya tidak dijadikan materi lelucon. Salah satunya tentang penyakit orang lain.
"Jangan pakai AIDS, kanker, kusta, dan penyakit lain yang ekstrem kecuali memang Anda mau penonton depresi atau menangis," tulis dia.
Ada perbedaan besar antara lelucon yang dimaksudkan untuk merendahkan dengan lelucon sebagai bentuk kritik.
Lelucon yang memuat materi kritik membutuhkan riset, data, atau bisa jadi pengalaman pribadi. Ada kepentingan publik atau suara minoritas di balik lelucon tersebut.
Namun, kritik dengan maksud merendahkan orang lain tidak membutuhkan apa pun kecuali ketidakpekaan.
Setidak lucu apa pun lelucon Chris Rock, dia masih dilindungi oleh deklarasi negeri Paman Sam.
Akan tetapi, tindakan Will Smith yang menamparnya di atas panggung merupakan tindak pidana.
Usai insiden itu, Will Smith meraih Oscar untuk kategori Aktor Terbaik dan dalam pidatonya, Smith sempat menyampaikan permintaah maaf pada The Academy atas tindakannya.
Dia pun membuat permintaan maaf secara terbuka kepada Chris Rock melalui akun Instagram-nya.
"Saya ingin meminta maaf secara terbuka kepada dirimu, Chris. Saya jelas melewati batas dan saya salah," tulisnya.
Dilansir dari Kompas.com, Rabu (30/3/2022), sebagai penyelenggara Oscar, Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS) merilis pernyataan bahwa mereka tidak membenarkan dan memaafkan kekerasan yang terjadi di Oscar 2022.
Pihaknya mengumumkan bakal mengusut insiden di atas panggung antara Will Smith dan Chris Rock.
“Kami akan mengeksplorasi tindakan dan konsekuensi lebih lanjut sesuai dengan aturan internal, anggaran rumah tangga, standar perilaku, dan hukum California,” tulis AMPAS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.