KOMPAS.com - Informasi palsu atau menyesatkan sama berbahayanya dengan virus yang menyebabkan pandemi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya sebagai infodemik.
Berdasarkan catatan Wordometers, per Senin (17/1/2022), virus corona penyebab Covid-19 telah mencapai 328,8 juta kasus di seluruh dunia.
Dengan semakin berkembangnya digitalisasi, meluasnya penggunaan internet dan media sosial, memungkinkan masyarakat mendapat informasi dengan lebih cepat.
Di sisi lain, informasi palsu atau menyesatkan berkembang lebih cepat dan berbahaya daripada virus itu sendiri.
Baca juga: Kominfo: Hoaks Seputar Covid-19 Mengancam Keselamatan Jiwa Masyarakat
Infodemik adalah palsu atau menyesatkan seputar virus dan pandemi, yang dapat memengaruhi perilaku dan rasa percaya masyarakat sehingga memperburuk penanganan.
Di tengah lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara, orang-orang mengalami kesulitan memahami informasi apa yang dapat diandalkan dan bisa dipercaya.
Imbasnya, muncul ketidakpercayaan pada otoritas kesehatan dan memperpanjang wabah.
WHO menilai, infodemik sama berbahayanya dengan kesehatan dan keamanan manusia seperti pandemi itu sendiri.
Baca juga: Pandemi Sudah Hampir 2 Tahun, Kenapa Hoaks Covid-19 Masih Bermunculan?
Sebanyak 132 negara dan wilayah telah menyerukan kerja sama internasional untuk melawan infodemik.
"Kami meminta semua orang untuk segera menghentikan penyebaran informasi yang salah dan mematuhi rekomendasi PBB untuk mengatasi masalah ini, termasuk Catatan Panduan PBB tentang Mengatasi dan Melawan Ujaran Kebencian terkait Covid-19," tulis pernyataan dari 132 negara.
Krisis Covid-19 menunjukkan betapa pentingnya akses informasi yang gratis, andal, dapat dipercaya, faktual, multibahasa, tepat sasaran, akurat, jelas dan berbasis sains, serta untuk memastikan dialog dan partisipasi semua pemangku kepentingan dan komunitas yang terkena dampak selama masa krisis.
Mereka menyerukan negara-negara untuk mengambil langkah melawan penyebaran misinformasi dan disinformasi, dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi warga negara, keamanan, dan ketertiban publik.
Baca juga: Indonesia Dorong Kebijakan Penyelesaian Pandemi Covid-19 dalam Presidensi G-20