KOMPAS.com - Hari ini 22 tahun lalu, ratusan suporter sepak bola tewas di Stadion Olahraga Accra, Ghana.
Peristiwa yang terjadi pada 9 Mei 2001 itu menjadi saksi tragedi sepak bola terburuk di Afrika. Penyebabnya, tembakan gas air mata oleh polisi dan jalur evakuasi yang terhambat.
Stadion Olahraga Accra, yang sebelumnya bernama Stadion Ohene Djan, membuka pertandingan pada pukul 17.00 waktu setempat.
Dilansir Modernghana.com, pertandingan Liga Premier itu menampilkan Hearts of Oak melawan Asante Kotoko, dua klub sepak bola top di Ghana.
Meski sempat gerimis, penonton sepak bola tetap antusias menyaksikan pertandingan di stadion berkapasitas 40.000 orang itu.
Kotoko memimpin pada menit ke-60 lewat tendangan Lawrence Adjei. Kemudian, Hearts melalui Ishmael Addo membalas dengan dua gol pada menit ke-77 dan ke-81.
Hearts yang memimpin 2-1 jelang akhir pertandingan, membuat fans Kotoko yang tidak senang melempar kursi plastik ke lapangan.
Sejumlah suporter tidak senang dengan keputusan wasit yang menilai gol kedua Hearts merupakan offside.
Dengan alasan mengendalikan massa, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah tribune.
Kericuhan terjadi. Ribuan suporter di tribun berusaha melarikan diri menghindari serangan tersebut.
Dikutip dari BBC, mereka menuruni tangga yang curam dan gelap di tengah kerumunan. Sementara, sejumlah gerbang stadion dilaporkan tertutup dan terkunci.
Berdasarkan laporan Vice, ada sekitar 30.000 suporter sepak bola yang memenuhi stadion ketika tragedi terjadi.
Mereka terjebak selama kurang lebih 30 menit dalam stadion. Akibatnya, ratusan suporter terluka dan 126 jiwa dilaporkan tewas.
Usai tragedi, suporter kedua tim lalu-lalang membawa korban yang membutuhkan pertolongan dan mengantar mereka ke rumah sakit karena ambulans terlambat datang.
Sebagian besar korban tewas dan luka dibawa ke Rumah Sakit Militer Tiga Puluh Tujuh, Ghana.
"Beberapa meninggal karena mati lemas, tetapi sebagian besar tampaknya tewas karena tertindih," kata Brigadir Daniel Twum dari rumah sakit tersebut, dikutip dari BBC.
Secara umum, polisi Ghana menjadi pihak yang disalahkan.
"Dari informasi yang saya miliki, saya pikir kurangnya kontrol dan saya tidak ingin berprasangka buruk, tetapi saya pikir gas air mata yang menyebabkan masalah," kata Wakil Menteri Olahraga Ghana, Joe Aggrey.
Pembentukan komisi
Kondisi stadion sepak bola di Afrika yang kebanyakan sudah tua dan dikelola dengan buruk menjadi faktor tambahan.
Alkohol tidak dilarang dan minimnya pelatihan untuk polisi dalam manajemen pengendalian massa yang efektif.
Presiden Ghana saat itu, John Agyekum Kufuor, segera mengambil tindakan dengan membentuk komite untuk menyelidiki tragedi tersebut.
Komisi merekomendasikan serangkaian program pelatihan manajemen krisis, keamanan stadion, perbaikan gerbang di lapangan, fasilitas P3K yang lebih baik, dan pembentukan tim tanggap cepat nasional.
Kendati demikian, setelah puluhan tahun berlalu, tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas hilangnya ratusan nyawa di Stadion Accra, Ghana.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/05/09/182900282/mengenang-tragedi-di-stadion-accra-ratusan-suporter-tewas-akibat-gas