Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Medsos Penuh Keterbelahan, Media Massa Diminta Menjembatani Perbedaan

KOMPAS.com - Pada era disrupsi teknologi informasi, kehadiran media sosial kerap dianggap mengancam keberadaan pers dan media massa.

Ancaman itu terkait penyajian informasi yang mengabaikan etika jurnalistik hingga keberlangsungan perusahaan media.

Meski demikian, pengamat media sekaligus mantan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo menyatakan, ada kelemahan media sosial yang semestinya dimanfaatkan pers dan media jurnalistik.

Kelemahan itu adalah fenomena keterbelahan masyarakat yang begitu terlihat di media sosial, yang juga disebabkan adanya polarisasi pengguna.

Fenomena ini lazimnya semakin terlihat menjelang pemilihan umum.

"Media sosial dan pemilu identik dengan pecah belah, identik dengan percekcokan, kehilangan teman, kehilangan suami karena perbedaaan pandangan politik," ujar Agus Sudibyo, dalam diskusi yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Rabu (15/3/2023).

"Apalagi kalau yang dibahas dalam pemilu adalah isu identitas, agama, etnis. Itu keras, kita irasional," kata dia.

Agus menyatakan, kondisi ini terjadi di berbagai negara, terutama negara demokrasi. Fungsi media sosial dan perannya dalam pemilu kerap dianggap negatif.

Situasi ini diperparah dengan adanya pihak tertentu yang sengaja membuat masyarakat terpecah belah di media sosial.

Contohnya, menurut Agus, adalah terungkapnya "Saint Petersburg Troll Factory", yang berdasarkan sejumlah pemberitaan terindikasi sebagai ulah Rusia.

Aksi troll factory itu tidak hanya dilakukan untuk mengacaukan masyarakat Amerika Serikat dalam menghadapi Pemilu 2016 yang dimenangkan Donald Trump.

Namun, aksi itu juga menyasar sejumlah pemilu lain seperti Belanda, Jerman, India, Brazil, hingga disebut mampu mempengaruhi referendum yang menyebabkan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit.

"Ini memperlihatkan betapa bahayanya proses komunikasi politik, proses kampanye di media sosial. Kita tidak tahu kelompok diskusi yang kita ikuti itu asli atau palsu? Yang bikin siapa?" ujar Agus.

Mengisi kelemahan

Di Indonesia, fenomena keterbelahan ini sudah terjadi sejak Pilkada DKI Jakarta 2012, yang berlanjut pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.

Meski begitu, kondisi ini dinilai menjadi peluang bagi media massa untuk mengisi kelemahan medsos.

"Ini kabar tidak bagus bagi demokrasi, tetapi ini kabar yang bagus bagi media massa. Kenapa? Karena kelemahan media sosial ini harusnya bisa diisi media massa," tutur Agus.

Perilaku masyarakat yang hobi berkerumun dengan yang memiliki kesamaan pandangan politik umumnya terjadi di media sosial.

"Media sosial tidak bisa mendialogkan kelompok yang berbeda," kata Agus.

"Tapi biarlah itu jadi aib, jadi dosa bagi platform. Fungsi media adalah bagaimana menjembatani perbedaan politik masyarakat indonesia ini dengan pemberitaan-pemberitaan yang memungkinkan terjadinya dialog politik yang berbeda," ucapnya.

Peran lembaga penyiaran

Komisioner KPI Mimah Susanti menuturkan, pihaknya harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi, termasuk semakin kuatnya peran media sosial.

Mimah mengakui bahwa regulasi yang ada saat ini tidak memungkinkan KPI untuk memberikan tindakan atas konten di platform sosial yang dibuat lembaga penyiaran.

Meski begitu, KPI tetap menjalankan fungsi preemptive dan preventif terkait perilaku masyarakat di media sosial.

"Preemptive dalam cara membangun kesadaran, mempengaruhi cara pikir masyarakat bagaimana memilih dan memilah yang hoaks dan yang bukan, pemberitaan yang sesuai dengan kebutuhan, itu jadi PR kita," ujar Mimah.

Terkait fungsi preventif, KPI kerap mengingatkan lembaga penyiaran seperti televisi dan radio untuk tidak serampangan mengambil konten media sosial dalam pemberitaannya.

"Pemberitaan media sosial kadang diambil. Rekaman video (di medsos) jadi sumber utama. Jadi tidak kredibel lagi, tidak tepercaya lagi," ujar Mimah

"Karena seharusnya ada crosscheck, ada recheck. TV dan radio harus jadi penjernih, lembaga verifikasi atas informasi yang beredar," tuturnya.

Senada dengan Mimah, anggota KPI Nuning Rodiyah berhadap media jurnalistik tidak hanya mementingkan banyaknya berita yang muncul saat pemilu, tanpa melakukan pemilihan informasi.

Dia menyatakan, menjelang pemilu ada kekhawatiran ranah digital seperti media sosial menjadi tempat beralihnya penyebaran informasi bohong dan hoaks.

"Pers diharap tidak hanya panen berita, namun juga punya tanggung jawab menjernihkan informasi supaya mampu menekan hoaks yang beredar," kata Nuning.

Nuning berharap, masa menjelang pemilu yang rawan hoaks perlu diantisipasi dengan pemberitaan yang jernih dan berimbang.

"Jadi kualitas pemilu kita juga ditentukan, salah satunya oleh teman-teman (media penyiaran) semuanya," ucapnya.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/03/20/184500082/medsos-penuh-keterbelahan-media-massa-diminta-menjembatani-perbedaan

Terkini Lainnya

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke