KOMPAS.com - Perbincangan politik di media sosial menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu) 2024 mulai menampilkan calon-calon yang akan digadang setiap partai.
Namun, mengapa hoaks soal Partai Komunis Indonesia (PKI) masih saja muncul?
Setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S), pemerintah menerbitkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tentang larangan ajaran komunisme/Marxisme.
PKI pun dibubarkan dan tak lagi dapat berpartisipasi dalam Pemilu manapun di Indonesia.
Pengamat politik dan komunikasi mengungkap alasan mengapa isu PKI masih terus diperbincangkan dari tahun ke tahun.
Isu sensasional
Analis komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, isu soal PKI selalu muncul, terutama pada September setiap tahun.
"Karena kan ini sebuah peristiwa nasional yang sampai hari ini kan belum terbuka secara gamblang cerita sejarahnya itu seperti apa," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/9/2022).
Sensitivitas masyarakat terhadap komunisme, serta pengungkapan sejarah yang tidak tuntas membuat PKI menjadi isu sensasional.
"Kalau kita bicara tentang isu-isu sensasional, itu memang disukai," kata Hendri.
Media sosial menggeser media arus utama
Hendri berpendapat, kini setiap orang bisa menyampaikan apa pun di media sosial tanpa ada pertanggungjawaban atas apa yang mereka sampaikan. Hal ini pun dimanfaatkan dalam permainan politik.
"Cara eksisnya mereka itu ya di media sosial. Dulu, kalau tidak diwawancara Kompas misalnya, enggak bisa eksis kan. Sekarang tidak usah diwawancara pun mereka bisa menyebar sendiri," ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi.
"Media sosial telah menggeser media arus utama dalam menciptakan opini publik. Ini terjadi karena perubahan perilaku konsumsi media, dimana media sosial kini sangat dominan," kata Fajar saat dihubungi terpisah, Rabu (29/9/2022).
Isu tentang apa pun dapat digunakan oleh satu kubu untuk menyerang kubu lainnya, tanpa ada moderasi atau batasan.
Masalahnya, pengguna media sosial tidak memiliki beban verifikasi seperti yang wajib dilakukan oleh media massa. Sehingga, muncullah
Menurut Fajar, pergeseran perilaku bermedia inilah yang membuat media sosial jadi ruang yang paling berpengaruh dalam agenda politik.
"Maka, media sosial berpengaruh dalam menciptakan agenda publik dan agenda politik, mengingat media sosial telah menjadi agenda media," ujar Fajar.
Soal PKI
PKI dibentuk pada 23 Mei 1914, yang semula bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).
Partai berlambang palu dan arit ini sempat menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia.
Namun, pada 30 September 1965, terjadi pembunuhan sejumlah jenderal serta satu perwira TNI AD.
Mereka adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean.
PKI dituding sebagai dalang di balik pembuhuhan. Peristiwa ini pun menyulut kegegeran dan terjadi pembantaian terhadap komunisme.
Akibatnya, komunisme menjadi perbincangan sensitif di masyarakat.
Hingga akhirnya muncullah Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang menjadi produk hukum tertinggi masa itu yang berfungsi sebagai mekanisme pengintegrasi dan penyelesaian konflik untuk mengatasi geger pasca G30S.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/09/29/122400282/mengapa-hoaks-dan-isu-pki-masih-laku-untuk-propaganda-politik