KOMPAS.com- Tujuh tahun lalu, sebuah tragedi kecelakaan pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) yang menimbulkan banyak korban terjadi di Indonesia.
Pesawat angkut Hercules C-130 TNI AU yang mengangkut 101 penumpang militer dan 12 awak kru itu jatuh di Medan, Sumatera Utara pada 30 Juni 2015.
Pesawat Hercules C-130 jatuh menimpa permukiman warga di Jalan Jamin Ginting, Medan. Menimbulkan korban dari pihak militer maupun masyarakat sipil.
Dilansir dari Harian Kompas edisi 30 Juni 2015, pesawat produksi tahun 1964 ini dipiloti Kapten Sandy Permana yang melakukan lepas landas dari Lapangan Udara Suwondo, Medan, pukul 11.48, menuju Lanud Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Sandy Permana baru lulus Sekolah Komando Kesatuan TNI AU pada 15 Juni 2015. Dia lulus terbaik di angkatan ke-97.
"Misinya melaksanakan PAUM atau penerbangan angkutan udara militer," kata Marsma Dwi Badarmanto, Kepala Dinas Penerangan TNI AU saat itu.
PAUM sendiri merupakan operasi rutin yang dilaksanakan TNI AU, berupa pengangkutan personel atau prajurit yang melaksanakan pergeseran dinas ataupun logistik TNI/TNI AU dari satu lanud ke lanud lainnya.
Sebelum jatuh pada 30 Juni, pada 29 Juni 2015 pesawat tersebut telah melakukan dari Lanud Abdulrachman Saleh menuju Adisutjipto dan kemudian ke Halim Perdanakusuma.
Melansir pemberitaan Kantor Berita Antara, Harian Kompas 30 Juni menyebutkan, pesawat Hercules C-130 jatuh di sebuah kompleks perumahan yang sedang dalam pembangunan di Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan.
Pesawat yang jatuh itu menimbulkan api yang membakar ekor pesawat dan sebagian rumah yang sedang dibangun.
Kerusakan Mesin
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada 7 Juli 2015, Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna menjelaskan, hasil investigasi sementara penyebab pesawat Hercules C-130 jatuh karena kerusakan mesin.
Pesawat tersebut mengalami kerusakan pada mesin nomor empat saat terbang. Hal itu menyebabkan pilot pesawat memilih untuk menambah kecepatan dan berputar kembali ke arah landasan.
Menurut Agus, saat ingin menambah kecepatan, pesawat terhalang antena yang tingginya melebihi 150 kaki. Pilot pun mengarahkan pesawat ke arah kanan dan menabrak kubah sebelum akhirnya jatuh.
Agus membantah jika jatuhnya pesawat karena kelebihan beban.
"Tidak ada, mana ada penerbangan boleh overload. Ngarang itu, tidak ada," kata Agus.
Sebelumnya, pada Kamis (2/7/2015) Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Dwi Badarmanto mengatakan, meski ada masalah mesin, pesawat jenis angkut militer itu sebenarnya bisa saja selamat jika tidak menabrak antena.
Menurut Dwi, di lingkungan Lanud Soewondo, Medan, terdapat antena-antena tinggi. Padahal, dalam aturan penerbangan, tidak boleh ada obstacle atau gangguan pada navigasi penerbangan.
Korban Meninggal 122 Orang
Setelah dilakukan evakuasi, dinyatakan korban yang tewas berjumlah 122 orang. Kepastian tersebut disampaikan oleh Marsma Dwi Badarmanto.
"Jadi, jumlah korban yang ada di pesawat adalah 122 orang. Yang 91 itu adalah jenazah yang utuh, kemudian sisanya, yang 50, adalah kumpulan potongan dari korban sehingga korban tetap 122 orang," kata Dwi seperti yang sudah diberitakan Kompas.com (1/7/2015).
Selain korban penumpang pesawat, pihak TNI AU menelusuri informasi mengenai korban di darat. Menurut hasil pendataan, ada tujuh orang di lokasi jatuhnya pesawat yang belum ditemukan.
"Ada tujuh orang yang di darat, salah satunya mungkin teman-teman media melihat ada yang selamat, tetapi itu bukan dari pesawat terbang, itu korban ada yang di tanah," ujar Dwi.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/06/30/211912682/mengenang-kecelakaan-pesawat-hercules-di-medan-yang-menewaskan-122