Bung Karno pernah menikahi sembilan istri secara tidak bersamaan, yaitu Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, Kartini Manoppo, dan Heldy Djafar.
Dalam buku biografi yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1969) yang dilansir Kompas.com pada Senin (13/6/2022), dikisahkan bahwa Bung Karno mengincar beberapa perempuan anak keluarga Belanda di masa remajanya.
Namun, istri pertama Bung Karno justru bukan dari kalangan keluarga Belanda, melainkan putri dari bapak bangsa yang juga guru Soekarno, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Perempuan itu bernama Siti Oetari.
Soekarno sendiri yang mengakui pernikahan itu bersifat kawin gantung, karena setelah pernikahan pun keduanya tidak berhubungan intim layaknya suami-istri.
Bung Karno mengatakan Oetari saat itu belum cukup umur untuk melakukan hubungan seks.
Soekarno dan Keluarga Tjokroaminoto
Soekarno menceritakan masa remajanya pada wartawan asal Amerika Serikat, Cindy Adams, pada periode 1916, ketika Surabaya menjadi kota pelabuhan dan perdagangan yang sedang berkembang.
Tahun itu Soekarno yang berusia sekitar 15 tahun, memulai pendidikannya di sekolah tingkat menengah Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.
Karena orang tuanya tinggal jauh di Blitar, dia jadi menyewa kamar indekos milik Tjokroaminoto.
Selain anak-anak indekos, di sana tinggal keluarga Tjokroaminoto, yakni Suharsikin istrinya, dan empat anak dari pasangan ini, salah satunya Oetari.
Untuk kamar yang sangat sederhana tanpa jendela, Soekarno membayar Rp 11, itu sudah termasuk biaya makan per bulan.
"Seorang pemuda tampan senantiasa mempunyai kawan gadis-gadis yang tetap. Aku punya banyak. Mereka bahkan memuja gigiku yang tidak rata. Dan aku mengakui, bahwa aku sengaja mengejar gadis-gadis kulit putih," kata Soekarno.
Di masa-masa inilah dia mengenal sejumlah nama putri keluarga Belanda yang disukainya, seperti PauIine Gobee, gadis dari Keluarga Raat, dan Mien Hessels.
Nama terakhir bahkan pernah dilamar oleh Soekarno muda seorang diri, namun ditolak ayah sang gadis yang juga mengusir dan menghinanya.
Istri Tjokroaminoto Meninggal
Tahun 1919 menjadi salah satu masa kelabu bagi keluarga Ketua Sarekat Islam, Tjokroaminoto, karena meninggalnya Suharsikin, sang istri yang sekaligus ibu Siti Oetari.
Kekhawatiran Tjokroaminoto pada nasib anak-anaknya semakin membuatnya gundah. Usia Oetari yang merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara itu, masih 16 tahun.
Dalam kondisi itu, berdasarkan kisah Bung Karno kepada Cindy Adams, seorang saudara Tjokroaminoto yang tak disebutkan namanya, menyarankan Soekarno menikahi Oetari untuk meringankan beban Tjokroaminoto.
Soekarno menyetujuinya. Benar saja, saat bujang itu menyampaikan niatnya ingin melamar Oetari, wajah Tjokroaminoto mulai tersenyum dan menyatakan menyetujuinya.
"Aku mendatangi Pak Tjokro dan mengajukan lamaranku. Dia sangat gembira dan oleh karena akan menjadi menantu, aku segera dipindahkan ke kamar yang lebih besar dengan perabot yang lebih banyak," ujar pria yang bernama lahir Kusno itu.
Dari literatur lain, yakni buku berjudul Istri-istri Soekarno (2007), disebutkan bahwa Soekarno pernah merayu dan menyatakan cinta pada Oetari, hingga kedekatan keduanya itu didengar Tjokroaminoto sang calon mertua.
Kawin Gantung Soekarno dan Oetari
Awalnya, Soekarno sempat menolak menikahi Oetari karena perempuan itu masih di bawah umur.
Ketika pernikahan akhirnya terlaksana, Soekarno kemudian mengaku tidak pernah berhubungan seks dengan Oetari dengan alasan masih di bawah umur. Kondisi itu dia sebut sebagai kawin gantung.
Contoh lain kawin gantung di Indonesia, kata Soekarno, ketika kedua mempelai belum cukup umur atau kedua mempelai belum tinggal bersama karena laki-laki belum mampu menanggung rumah tangganya.
Maka setelah pernikahan itu, Soekarno justru lebih sering bersama bapak mertuanya dan belajar kegiatan-kegiatan nasionalis Tjokroaminoto, ketimbang memadu kasih dengan Oetari.
Hubungan pasangan ini lebih dipenuhi kasih sayang sebagai kakak dan adik dibandingkan suami dan istri yang mengandung berahi.
Soekarno mengaku pernah mengelap seluruh tubuh Oetari yang sedang sakit dengan cairan alkohol, namun tetap tidak menggaulinya.
Soekarno meyakini Tjokroaminoto tak mengetahui perkara kawin gantung tersebut, malinkan menganggap itu merupakan perkawinan yang sebagaimana wajarnya.
"Sampai di hari ia menutup mata, ia tak pernah mengetahui, bahwa aku mengusulkan perkawinan ini hanya karena aku sangat menghormatinya dan menaruh kasihan kepadanya. Kami kawin dengan cara yang kita namakan kawin gantung," kata Soekarno kepada Cindy Adams.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/06/13/181800682/kisah-kawin-gantung-soekarno-siti-oetari-dan-senyum-di-wajah