Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Fenomena Bocah Pengejar Telolet dan Penanganannya

Kompas.com - 18/03/2024, 09:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini fenomena telolet yang pernah ramai di 2016-2017, kembali booming. Telolet merupakan julukan untuk klakson bus yang dimodifikasi mirip klakson bus zaman dahulu.

Pada perkembangannya, telolet tidak hanya mengeluarkan irama standar klakson, namun dimodifikasi hingga bisa mengeluarkan suara dengan nada-nada lagu tertentu.

Suara telolet bagi kalangan tertentu, termasuk anak-anak, dianggap menghibur. Maka tidak heran terjadi fenomena di sekitar terminal atau area pariwisata yang banyak busnya, ada sekumpulan orang, kebanyakan anak-anak, yang menunggu bus lewat hanya untuk mendengar suara teloletnya.

Misalnya, di dekat terminal Poris Tangerang, di pintu keluar TMII Jakarta Timur, dan banyak tempat lain.

Tak jarang mereka yang menunggu klakson telolet tidak memperhatikan keselamatan mereka maupun pengguna jalan lain.

Dari menyeberang dengan tidak memperhatikan arus lalu lintas, menunggu bus telolet di tengah jalan, hingga mengejar bus, baik dengan berlari maupun menggunakan sepeda motor.

Sehingga tidak jarang kegiatan menunggu telolet berakibat fatal. Dari kecelakaan ringan sampai yang terbaru seorang anak usia 5 tahun tewas terlindas bus di area Pelabuhan Merak (17/3/24).

Dilihat dari sisi aturan, penggunaan telolet di bus bukanlah aksesoris yang melanggar aturan. Berbeda dengan Strobo atau lampu isyarat tertentu yang oleh UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan diatur peruntukannya.

Meski begitu, jatuhnya korban akibat fenomena klakson telolet harus menjadi perhatian pihak berwenang.

Di sisi lain, kehadiran telolet telah membuat pemeo "bahagia itu sederhana" menjadi nyata. Cukup mendengar suara telolet, banyak orang terhibur. Bisa dibilang telolet hiburan gratis, yang mungkin banyak orang bisa akses.

Usulan solusi

Telolet bak pisau bermata dua. Satu sisi menghibur banyak orang, satu sisi upaya menunggu bus telolet tidak jarang membahayakan para pengguna jalan termasuk pemburu telolet itu sendiri. Maka sudah seharusnya pemburu telolet diatur.

Bagaimana caranya? Caranya adalah melokalisir tempat para pemburu telolet berkumpul. Jadi tidak menyebar seperti sekarang, melainkan di tempat yang sudah disediakan.

Tempat itu bisa di lokasi dekat terminal atau tempat wisata. Dengan syarat tidak berada di badan jalan, misal di trotoar atau tanah lapang di pinggir jalan.

Perlu dibuat garis sebagai pembatas para pemburu telolet. Jika melewati garis tersebut, maka perlu dibuat aturan untuk memberi sanksi kepada si pemburu telolet.

Para orangtua pun harus bisa mengedukasi bahaya berada di pinggir jalan, apalagi sampai mengejar bus yang sedang melaju. Orangtua juga perlu menyadarkan ke anak manfaat maupun mudharatnya suatu hobi, termasuk hobi terkait bus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com