Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena "Squall Line" Disebut Memicu Banjir di Semarang, Ini Faktanya

Kompas.com - 14/03/2024, 19:45 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banjir terjadi di sejumlah wilayah di Kota Semarang, Jawa Tengah akibat hujan sepanjang hari yang terjadi sejak Rabu (13/3/2024) sore.

Di media sosial, beredar informasi bahwa banjir di Semarang, Jawa Tengah itu terjadi karena fenomena "squall line".

Squall line adalah salah satu jenis fenomena skala meso yang terjadi ketika beberapa thunderstorm aktif tersusun pada satu pola memanjang dengan skala mencapai beberapa ratus kilometer.

"Stopp scrol!!! segera amankan tiket kalian ayo pulang aja," tulis @undipmenfess.

Dalam unggahan itu disebutkan bahwa fenomena squall line di Semarang semakin memanjang sehingga masyarakat diimbau untuk waspada banjir bandang.

Lantas, benarkah banjir di Semarang terjadi karena fenomena squall line?

Baca juga: Banjir Semarang, Berikut Sejumlah Wilayah yang Tergenang dan Terdampak Longsor

Penjelasan BMKG

Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang, Giyarto menyampaikan banjir di Semarang bukan disebabkan karena fenomena squall line.

Menurut hasil analisis Giyarto, banjir di Jawa Tengah disebabkan karena gangguan atmosfer yang berakibat pada peningkatan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Hasil analisis dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya aktivitas:

  1. Gelombang Equatorial Rossby
  2. Gangguan atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO)
  3. Bibit siklon tropis 91S di Samudera Hindia dan bibit siklon tropis 93P di Teluk Carpentaria sekitar utara Australia.

Kondisi ini yang mengakibatkan peningkatan intensitas curah hujan dan angin kencang di wilayah Jawa Tengah.

Terpisah, Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani, Semarang Yoga Sambodo mengatakan, squalline terjadi di daerah tropik, termasuk Indonesia.

"Squall line lebih banyak terjadi di daerah sub tropik," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/3/2024).

Untuk di daerah tropik, beberapa ahli menyebutnya Quasi Linear Convective System (QLCS).

Namun, Yoga mengatakan, untuk menentukan QLCS, BMKG perlu meneliti data dahulu. Hal ini karena terdapat kriteria-kriteria tertentu di mana suatu fenomena cuaca bisa digolongkan QLCS.

Baca juga: Imbas Banjir Semarang, 14 Perjalanan Kereta Api Terdampak

Penyebab banjir di Semarang

Yoga menyampaikan, banjir di Semarang disebabkan oleh gangguan atmosfer yang menyebabkan terjadinya peningkatan potensi cuaca ekstrem di Jawa Tengah.

"Untuk kasus hari ini dan beberapa hari lalu hujan disebabkan beberapa akumulasi fenomena atmosfer, seperti Madden Julian Oscillation (MJO), Monsun Asia, gelombang Rossby, dan sebagainya," ujarnya.

Hasil analisis BMKG menyebutkan 4 penyebab banjir di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut. Berikut penjelasannya:

1. Bibit Siklon Tropis 91S

Adanya Bibit Siklon Tropis 91S yang terpantau di Samudra Hindia bagian tenggara selatan Jawa, bibit Siklon Tropis 93P terpantau di Teluk Carpentaria bagian timur laut, Australia Utara dan bibit Siklon Tropis 94S di Laut Timor selatan NTT menyebabkan adanya daerah pertemuan angin di wilayah Jawa Tengah khususnya di sekitar wilayah Pantura.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan awan cumulonimbus dengan potensi hujan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan dapat disertai dan didahului angin kencang di wilayah Jawa Tengah.

Baca juga: Media Asing Soroti Banjir dan Tanah Longsor di Sumbar, Evakuasi Terhambat Medan yang Sulit

2. Pertumbuhan awan awan konvektif (cumulonimbus)

Kelembaban udara yang cukup tinggi dan labilitas udara yang cukup labil mendukung pertumbuhan awan awan konvektif (cumulonimbus) di wilayah Pantura hingga Jateng timur.

Analisis Citra satelit Himawari menunjukan adanya awan cumulonimbus mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan 24.00 WIB dengan suhu puncak awan -60 s/d -100 °C di wilayah Pantura hingga Jateng timur.

Selain itu citra radar Semarang menunjukan adanya nilai reflektivitas 35-60 dBz mulai pukul 07.00-24.00 WIB. Hal ini mengindikasikan adanya awan cumulonimbus yang menyebabkan terjadinya hujan sedang hingga lebat yang didahului dan disertai angin kencang dengan durasi yang lama sekitar sepanjang hari.

Fenomena ini dapat menyebabkan curah hujan tinggi di sepanjang wilayah Pantura dan sebagian Jawa Tengah bagian timur.

3. MJO dan gelombang Rossby Ekuator

Aktifnya gelombang atmosfer Rossby Ekuator dan MJO berada di kuadran 4 yang mengakibatkan meningkatkan pembentukan awan konvektif di Jawa Tengah.

Baca juga: BMKG: Wilayah Berpotensi Banjir Rob 7-16 Maret 2024 karena Super New Moon

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com