KOMPAS.com - Unggahan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menampilkan calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto bersama beberapa anak di atas panggung saat kampanye, mendapat sorotan warganet.
Foto yang diunggah pada Kamis (8/2/2024) itu disebut diabadikan ketika Prabowo menghadiri kampanye akbar di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, Jawa Barat pada hari yang sama.
Dalam foto itu, Prabowo tampak menggendong, mencium, dan berbicara dengan anak-anak yang diajak naik ke atas panggung kampanye.
Unggahan itu pun mendapat sorotan warganet yang menyebutkan ada ancaman pidana jika membawa anak kecil ke panggung kampanye.
Warganet juga menyebutkan bahwa Erick Thohir justru memberi bukti pelanggaran dalam kampanye Prabowo.
Lalu, bagaimana aturan membawa anak-anak ke acara kampanye?
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden dan Menteri Boleh Kampanye, Ini Kata KPU
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan, anak-anak memang dilarang ikut kampanya.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 280 ayat (2) huruf k Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (9/2/2024).
Seperti diketahui, anak-anak di bawah usia 17 tahun tidak memiliki hak suara dan tidak bisa memilih dalam Pemilu.
Idham menambahkan, warga yang memiliki hak suara pemilu diatur dalam Pasal 198 ayat (1) sampai (3).
Baca juga: Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran, Solusi atau Peluang Timbulkan Masalah Baru?
Sementara itu, Idham menjelaskan bahwa UU Nomor 35 Tahun 2014 mengatur warga negara yang disebut anak-anak.
Dalam Pasal 1 ayat (1), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun ataupun masih dalam kandungan.
Sementara Pasal 15 huruf (a) menyatakan anak berhak mendapat perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa kekerasan, perang, dan kejahatan seksual.
Disebutkan bahwa perlindungan dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis diberikan dengan kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung.