Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendalami Makna "Ndas Mu"

Kompas.com - 01/02/2024, 22:09 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

PADA usia cukup lanjut semakin mendekati 90 tahun, ternyata Romo Prof. Franz Magnis Suseno masih bersemangat memantau perkembangan politik Indonesia.

Tampaknya sebagai penulis empat buku terkait etika, yaitu Etika Politik, Etika Dasar, Etika Jawa dan 12 Tokoh Etika abad 20, Romo Franz sangat merisaukan malapetaka erosi yang sedang menggerogoti etika di panggung politik Indonesia masa kini.

Secara berapi-api Romo Franz mengkritik ungkapan “ndasmu” yang secara tidak disengaja telah diungkapkan oleh seorang tokoh terkemuka politik Indonesia masa kini.

Kata “ndasmu” mengingatkan saya kepada almarhum ayah saya. Memang berulang kali ayah saya menegur dengan sebutan “ndasmu” tatkala beliau mendengar komentar saya tentang sesuatu yang potensial ditafsirkan sebagai bersifat tidak wajar, tidak nalar, tidak logis, tidak masuk akal sehat.

Namun ayah menyebut saya “ndasmu” terbatas dalam suasana bercanda dan bukan di depan umum, apalagi pada suatu acara debat formal tingkat-tinggi, semisal debat capres.

Sebaliknya mustahil saya berani menyebut ayah dengan istilah kasar “ndasmu”. Jika saya berani lancang menyebut “ndasmu” terhadap ayah saya, berarti saya adalah seorang anak durhaka yang melanggar tata krama sopan-santun masyarakat Jawa maka layak tertimpa kutukan kualatisme .

Sebagai pemikir yang mendalami kearifan etika Jawa sehingga memilih nama Suseno terinspirasi Bimasena dalam lakon Dewa Ruci, jelas bahwa Romo Franz Magnis Suseno dapat membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak pantas pada tata-krama komunikasi.

Di dalam kearifan Jawa ada dua untaian kata mutiara yang wajib diperhatikan sebagai pedoman falsafah tata-krama Jawa, yaitu Empan-Papan dan Ngono-Yo-Ngono-Ning-Ojo Ngono.

Empan-Papan mengajak kita untuk senantiasa melakukan sesuatu wajib pada tempat dan saat yang tepat.

Sementara Ngono-Yo Ngono-Ning-Ojo-Ngono (begitu-ya-begitu-namun-jangan-begitu) merupakan pedoman agar manusia jangan melanggar etika sebagai norma kepantasan yang tidak tersurat pada hukum.

Pada hakikatnya kita wajib meletakkan etika di atas hukum sebab dengan etika kita mampu jika mau mengendalikan diri sendiri demi mencegah jangan sampai kita melanggar hukum.

Maka dari lubuk sanubari terdalam saya mengucapkan terima kasih kepada Romo Franz Magnis Suseno yang dengan kekhawatiran atas “ndasmu” telah berkenan mengingatkan kita semua tentang kedalaman kearifan yang terkandung di dalam ungkapan Empan-Papan serta Ngono-Yo-Ngono-Ning-Ojo-Ngono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com