KOMPAS.com - Pemerintah Jepang akan menggratiskan biaya kuliah bagi keluarga yang mempunyai tiga anak atau lebih.
Dilansir dari Japan Times, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, kebijakan ini rencananya akan dimulai pada tahun 2025 tanpa ada batasan minimal pendapatan bagi yang menerima bantuan.
Rencananya, program ini tidak hanya untuk mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi saja.
Pelajar di sekolah menengah pertama, sekolah tinggi teknik, dan lembaga pendidikan lainnya dapat mengikuti program ini selagi masih memenuhi persyaratan dari pemerintah.
Baca juga: Pepita Salim Riset Lagu dan Belajar Bahasa Jepang untuk Konser An Anime Symphony
Langkah ini diterapkan Pemerintah Jepang agar keluarga di dapat memiliki anak lebih banyak, sementara di sisi lain juga mengurangi beban biaya pendidikan, dikutip dari Asahi.
Pemerintah Jepang akan memasukkan inisiatif ini ke dalam suatu program khusus dengan nama Kebijakan Strategi Masa Depan Anak.
Kebijakan ini rencananya akan diputuskan dalam rapat kabinet pada akhir Desember 2023.
Untuk anggarannya, pemerintah Jepang belum merilis jumlahnya secara resmi kepada publik.
Namun, dilansir dari berbagai sumber, pemerintah Jepang berencana untuk mengalokasikan dana sekitar 3,5 triliun yen untuk menjalankan program ini.
Baca juga: Letusan Gunung Marapi Disebut Bisa Picu Aktivitas Gunung Fuji di Jepang, Ini Kata PVMBG
Dikutip dari Straits Times, pada Juni 2023, Fumiko Kishida mengatakan, dirinya akan menerapkan sejumlah kebijakan untuk mengembalikan tingkat kelahiran yang semakin menurun di Jepang
Menurutnya permasalahan ini perlu segera diatasi mengingat sudah banyak masyarakat Jepang yang berusia tua.
Angka kelahiran di Jepang terus menurun meskipun ada berbagai program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan angka kelahiran.
Baca juga: Kata Media Asing soal Letusan Gunung Marapi: Waspada Tsunami di Jepang dan Bahaya Pendakian
Pada tahun 2022, jumlah bayi yang baru lahir turun menjadi 799.728. Persentase angka ini turun sebesar 5,1 persen dari tahun 2021.
Angka kelahiran tersebut merupakan angka terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899.
Selain itu, angka pernikahan di Jepang juga menurun karena pembatasan sosial saat Covid-19, dikutip dari Nikkei Asia.
Penurunan angka pernikahan ini secara tidak langsung mengakibatkan penurunan angka kelahiran secara signifikan.
Pemulihan ekonomi yang lambat membuat masyarakat Jepang ragu untuk menikah atau memiliki anak.
Upah yang mereka terima juga menurun karena inflasi. Akhirnya, banyak pasangan yang ingin punya lebih sedikit anak agar keuangan rumah tangga tetap berjalan dengan baik.
Baca juga: Kronologi WNI Meninggal di Kota Toyama Jepang Usai Jatuh Setinggi 12 Meter, Ini Kata Kemenlu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.