Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bonn Kota Pendidikan dan Kebudayaan

Kompas.com - 06/12/2023, 22:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANPA sadar, saya pribadi selalu mengaitkan kota Bonn dengan Jerman. Padahal di planet bumi ini masih ada dua kota Bonn lainnya, satu di Ohio, Amerika Serikat dan satu lagi di Victoria, Australia.

Tampaknya Bonn di Jerman cukup penting sehingga ada yang memberi nama kota di Amerika Serikat dan Australia sebagai Bonn. Bahkan tanpa embel-embel New seperti New York yang semula bernama New Amsterdam.

Bagi saya yang berupaya mempelajari seni musik, kota Bonn bermakna penting sebagai kota kelahiran Ludwig van Beethoven. Mahapemusik lain seperti Max Bruch dan Karl Heinz Stockhausen juga pernah menuntut ilmu di Bonn.

Bonn adalah kota di kawasan tepi Sungai Rhein di Negara Bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman. Kota Bonn pernah menjadi ibu kota sementara Jerman Barat sejak 1949 sampai 1990 dan menjadi pusat pemerintahan resmi Jerman bersatu sejak 1990 sampai 1999 sebelum ibu kota Jerman dipindah kembali ke Berlin.

Bonn juga tersohor sebagai kota pendidikan berkat pada 1818 Universitas Bonn didirikan oleh kaisar Friederich-Wilhelm III.

Prestasi akademis Universitas Bonn cukup meyakinkan karena telah berjaya menghasilkan tidak kurang dari sebelas anugerah Nobel bidang fisika, ekonomi dan sastra (antara lain Reinhard Genzel, Luigi Pirandello, Otto Wallach); lima penerima anugerah Medali Fields untuk bidang matematika (antara lain Maryna Viazovska, Peter Scholze, Maxim Kontsevich).

Selain itu, tiga kanselir Jerman (Heinrich Bruenning, Konrad Adenauer, Ludwig Erhard), mahasastrawan Heinrich Heine serta para mahapemikir seperti Friderich Nietzsche, Karl Marx, Juergen Habermas.

Di fakultas ilmu filsafat Universitas Bonn masa kini mengajar tokoh pemikir neo-eksistensialisme dan neo-realisme Prof Gabriel Markus yang tersohor dengan buku-buku antara lain “Ich ist nicht Gehirn”, “Warum es die Welt nicht gibt”, “Der Mensch als Tier”, “Der Sinn des Denkens”.

Melalui WAG Satupena, saya pribadi beruntung memperoleh seorang sahabat merangkap mahaguru kebudayaan Jerman kontemporer saya bernama Berthold Damshaeuser.

Pak Berthold adalah seorang Indonesianis yang sejak 1986 mengajar di Universitas Bonn. Bersama Wolfgang Kubin ia menjadi editor Orientierungen - Zeitschrift zur Kultur Asiens, jurnal tentang budaya-budaya Asia.

Di jurnal itu, kebudayaan Indonesia, khususnya kesusastraan Indonesia modern, merupakan fokus utama.

Herr Damshaeuser juga seorang penerjemah yang produktif. Ia banyak menerjemahkan puisi Indonesia modern ke bahasa Jerman yang telah terbit dalam bentuk berbagai antologi.

Bersama sastrawan Indonesia Agus R. Sarjono, Berthold Damshaeuser menjadi penyunting dan penerjemah "Seri Puisi Jerman" yang diterbitkan majalah Horison sejak 2002.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com