KOMPAS.com - Matahari adalah obyek terbesar di tata surya dan menjadi pusat tata surya itu sendiri.
Dikutip dari Kompas.com (2/6/2023), Matahari memiliki 99,8 persen dari massa tata surya dengan diameter 109 kali lebih besar dari Bumi.
Namun demikian, ternyata ukuran Matahari jauh lebih kecil dari yang terlihat, sehingga dapat mengubah pemahaman kita tentang struktur dan perilaku internalnya.
Baca juga: Alasan Jepang Dijuluki Negeri Matahari Terbit, Begini Asal-usulnya
Secara historis, para astronom memperkirakan ukuran Matahari dengan mengukur bagian yang memancarkan cahaya, yang disebut fotosfer, dikutip dari Newscientist (7/11/2023).
Pengukuran tersebut dilakukan saat terjadi gerhana Matahari agar bisa meminimalkan sebagian besar cahayanya dan melihat sekilas korona atau atmosfer luarnya.
Metode ini menetapkan radius Matahari sekitar 432.468 mil (695.990 kilometer), sebuah pengukuran yang diterima sebagai standar sejak tahun 1970-an.
Namun untuk benar-benar memahami fisika dan atmosfer Matahari, diperlukan pengukuran yang lebih tepat.
Hal tersebut karena Matahari selalu bergerak. Matahari adalah bola plasma api yang berputar di mana gelombang terus bergerak melintasi permukaannya dan menembus sebagian besar Matahari.
Baca juga: 5 Bintang Paling Dekat dengan Bumi Selain Matahari
Dilansir dari Space (14/11/2023), pada tahun 1990-an, para peneliti mengukur beberapa osilasi yang disebabkan oleh gelombang yang dikenal sebagai f-modes.
Dalam penelitian tersebut peneliti menemukan bahwa ukuran Matahari antara 0,03 persen dan 0,07 persen lebih kecil daripada yang disarankan oleh metode gerhana Matahari berbasis cahaya.
Memahami Matahari penting dilakukan, bukan hanya karena Matahari adalah bintang yang paling mudah diakses, sumber cahaya serta panas yang memungkinkan kehidupan.
Akan tetapi juga karena badai magnet dari permukaan Matahari dapat memengaruhi telekomunikasi Bumi.
Parker Solar Probe milik National Aeronautics and Space Administration (NASA) saat ini mengorbit tujuh kali lebih dekat ke Matahari dibandingkan pesawat luar angkasa lainnya.
Hal tersebut dilakukan dalam upaya memahami angin Matahari yang membawa partikel bermuatan yang bersentuhan dengan atmosfer Bumi.
Selain NASA, Solar Orbiter milik Badan Antariksa Eropa yang diluncurkan pada 2020 juga sedang menyelidiki angin Matahari dan akan mengambil gambar close-up pertama di wilayah kutub Matahari.
Baca juga: Ular Silent Killer Berkeliaran, 500 Keluarga di India Takut Keluar Rumah Usai Matahari Tenggelam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.