Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diklaim Halal oleh MUI, Apa Itu Pewarna Makanan Karmin?

Kompas.com - 29/09/2023, 16:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, pewarna makanan karmin dari serangga cochineal aman dan halal digunakan.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/9/2023), Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, MUI telah mengkaji penggunaan pewarna makanan karmin sejak 2011. Kemudian MUI memutuskan bahan tersebut halal. 

"Karena pada hakikatnya dia halal dan tidak membahayakan," ujar Asrorun.

MUI juga telah melakukan kajian mendalam dari aspek sains dan fikih, termasuk mendatangkan sejumlah ahli untuk meneliti bahan tersebut, 

Di sisi lain, dikutip dari laman MUI, Kamis, penggunaan pewarna karmin telah tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal.

Secara jelas, fatwa tersebut menyatakan bahwa pewarna makanan dan minuman dari cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Lantas, apa itu pewarna karmin?

Baca juga: Viral Pewarna Makanan Karmin Berasal dari Kutu Daun, Ini Penjelasan LIPI


Mengenal pewarna karmin

Dilansir dari International Association of Wellness Professionals (7/1/2020), karmin adalah bagian dari keluarga pewarna untuk menghidupkan makanan atau produk agar tampak lebih menarik.

Pewarna dengan ciri khas merah pekat ini dapat ditemukan di hampir semua produk makanan, termasuk permen, es krim, sosis, dan aneka minuman kaya rasa.

Karmin juga menghiasi produk kosmetika dan perawatan tubuh, seperti sampo, losion, serta perona mata atau eyeshadow.

Pewarna karmin terbuat dari serangga, tepatnya cochineal, kutu daun yang hidup di kaktus dan mengonsumsi kelembapan serta nutrisi tanaman.

Sementara itu, cochineal adalah serangga yang darahnya tidak mengalir dan memiliki banyak persamaan dengan belalang.

Bukan hal baru, zat pewarna karmin telah ditemukan sejak tahun 1500-an oleh Suku Aztec di kawasan Meksiko.

Kala itu, orang-orang Eropa mendapati budaya Suku Aztec yang menggunakan ekstrak serangga cochineal sebagai pewarna kain untuk warna merah cerah.

Serangga ini turut digunakan sebagai pewarna, khususnya di budaya Timur Tengah, Mediterania, dan Mesir.

Pewarna berbentuk bubuk yang dihasilkan dari kutu daun disebut kermes, qirmiz, dan nama daerah lainnya.

Sementara itu, dalam bahasa Latin pada masa Abad Pertengahan, pewarna merah ini disebut dengan carminium, yang menjadi asal mula pewarna carmine atau karmin.

Sejak itu, karmin telah digunakan untuk sejumlah tujuan, termasuk mewarnai makanan agar lebih menarik dan menggugah selera.

Baca juga: Beredar Narasi Jajanan Rasa Stroberi Gunakan Zat Pewarna Karmin yang Terbuat dari Kutu, Benarkah Demikian?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com