Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

PMI Ilegal Muncul karena Sistem, Bukan Korban Sindikat

Kompas.com - 06/06/2023, 18:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEJABAT pemerintah sering menyampaikan data bahwa dari sembilan juta Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tersebar di seluruh dunia, lima juta di antaranya merupakan korban perdagangan orang.

Kapolri Jendral Listiyo Sigit Prabowo bahkan membenarkan bahwa saat ini setidaknya lima juta lebih PMI berangkat via jalur ilegal yang merupakan korban praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

TPPO adalah perbuatan yang menyebabkan seseorang dieksploitasi, disekap, diculik, dan mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan sosial. Orang yang diperdagangkan berstatus budak, bukan lagi manusia merdeka yang memiliki harkat-martabat.

Baca juga: Cegah PMI Ilegal, Kemenaker Usul Visa Ziarah ke Arab Saudi Diperketat

Benarkah lima juta warga negara Indonesia (WNI) sedang jadi korban perdagangan orang? Itu jumlah yang spektakuler, hampir setara jumlah penduduk Selandia Baru. Jika angka itu benar, alangkah mengerikan kondisi WNI yang sekarang bekerja di luar negeri. Itu juga berarti, Indonesia negara yang tidak aman.

Apakah Indonesia tidak berdaya melawan kejahatan yang jelas-jelas musuh dunia sejak abad ke-19? Ada sejumlah hal yang mesti divalidasi terkait klaim tersebut. Ada hal-hal yang mesti diluruskan dalam memandang dunia ketenagakerjaan migran agar tidak menimbulkan salah hipotesa dan diagnosa.

Harus dipisahkan antara TPPO dengan PMI ilegal. Itu dua hal berbeda. PMI ilegal adalah orang yang berangkat bekerja ke luar negeri secara tidak sah atau tidak sesuai perundang-undangan dan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Sementara TPPO menurut Undang-Undang (UU) NOmor 21 Tahun 2007 adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

PMI yang berangkat secara ilegal belum tentu korban TPPO. Sebab, PMI ilegal bukan orang dalam kondisi dirampas kemerdekaannya atau berstatus budak. Korban TPPO, status kemanusiaannya dijajah atau dirampas. Mereka telah menjadi komoditas dagangan.

Praktik semacam itu pernah dilegalkan dalam sejarah peradaban manusia sampai abad ke-19. Manusia berstatus budak, ketika itu, bisa diperlakukan sewena-wenang oleh majikannya dan tidak dianggap sebagai tindak kejahatan.

Pada abad ke-18 dan abad ke-19 perbudakan gencar dihapuskan. Saat ini, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, sepakat bahwa perdagangan manusia merupakan kejahatan kemanusiaan dan merupakan tindak pidana. 

Adapun PMI ilegal adalah insan merdeka. Jika terjadi eksploitasi pada mereka, orang yang melakukannya akan dikenakan tindak pidana atau tersangkut kasus ketenagakerjaan.

Pemberangkatannya yang tidak mengikuti aturan perundang-undangan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang bisa dikenakan hukuman pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI. Penempatan PMI ilegal bisa saja dikategorikan hanya sebagai perbuatan malaadministrasi.

Pentingnya memilah TPPO dengan PMI ilegal adalah agar mendapatkan substansi permasalahan yang sesungguhnya. Generalisasi PMI ilegal sebagai korban TPPO akan menimbulkan ketidakadilan.

Bekerja, termasuk untuk orang yang bekerja ke luar negeri, adalah hak asasi yang dilindungi konvensi internasional dan konstitusi Indonesia. Orang yang melaksanakan aktivitas usaha penempatan PMI juga merupakan kegiatan yang legal dan dilindungi undang-undang. Karena dunia ketenagakerjaan migran adalah dunia legal (sah) dan dijamin hukum internasional dan nasional, maka jika ada orang melakukan kejahatan di dalam ekosistem tersebut, itu bukan kejahatan perdagangan orang.

Lalu mengapa banyak PMI berangkat secara ilegal, jumlahnya bahkan sampai jutaan orang?Ibarat orang ke luar rumah, jumlah orang yang loncat pagar lebih banyak daripada lewat pintu yang benar?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com