Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alexander Aur
Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan

Pengajar filsafat pada Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Banten.

Sampah Makanan, Logika Konsumsi dan "Ecology Selfhood"

Kompas.com - 03/05/2023, 09:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAMPAH makanan di Indonesia mencapai 16,3 juta ton setiap tahun (Kompas.com 31/8/2022). Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020 menunjukkan, sampah makanan mencapai 40 persen dari keseluruhan sampah yang dihasilkan masyarakat di 199 kabupaten/kota (Kompas.id, 19/5/ 2022).

Berdasarkan perpektif ekonomi pembiayaan, demikian laporan Kompas.id pada 19 Mei 2022, rata-rata setiap orang Indonesia membuang makanan setara Rp 2,1 juta per tahun. Bahkan nilai sampah makanan di Indonesia mencapai Rp 330 triliun per tahun.

Sama seperti jenis sampah yang lain, sampah makanan merupakan persoalan rumit dan kompleks karena berada dalam lingkup ekologi dan lingkungan. Ekologi berhubungan dengan kehidupan yang terdapat pada berbagai jenis spesies makhluk hidup, yang menempati habitat dan ekosistem. Lingkungan berhubungan dengan konteks kehidupan sosial, ekonomi-politik, dan material manusia (Rodney L. Petersen, 1993, 2007).

Baca juga: Sampah Makanan Indonesia Tembus 16,3 Juta Ton Per Tahun, Ini Kata Pakar UGM

Jadi, sampah berkaitan dengan kehidupan yang berlangsung dalam sebuah ekosistem dan berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia. Dalam dua lingkup tersebut terdapat banyak segi yang terdampak langsung oleh sampah makanan.

Pola konsumsi, kesehatan manusia, kesehatan lingkungan, ketersediaan pangan sehat, ekonomi-politik pangan, tata-kelola sampah makanan, merupakan beberapa segi yang terdampak langsung oleh sampah makanan.

Sampah makanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan gas metana. Gas ini berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.

Dari sekian banyak jenis sampah, sampah makanan merupakan persoalan yang berkaitan langsung dengan diri manusia. Hanya manusia yang memproduksi sampah makanan. Tidak ada makhluk hidup lain yang memproduksi sampah makanan.

Karena itu, produksi sampah makanan terkait langsung dengan dua hal mendasar pada manusia, yakni logika konsumsi dan citra diri ekologis (selfhood ecology).

Logika Konsumsi

Dewasa ini fenomena mengonsumsi makanan tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis dan menjaga kesehatan ragawi. Fenomena konsumsi makanan telah dan terus menjadi antara lain gaya hidup, sarana gerakan politik, dan jalan menggerakkan ekonomi masyarakat.

ilustrasi sampah makanan. shutterstock/Fevziie ilustrasi sampah makanan.
Dengan bermotif memperoleh keuntungan ekonomi, para pengusung kapitalisme dagang makanan menggunakan iklan untuk menggugah hasrat manusia mengonsumsi makanan. Bersamaan dengan itu, penciptaan tempat-tempat makan yang nyaman pun dilakukan sebagai sarana untuk memastikan pola konsumsi makanan sebagai gaya hidup.

Makan bersama pun merupakan gerakan politik. Membangun kerja sama politik atau menurunkan ketegangan politik ditempuh melalui acara makan bersama. Agenda-agenda politik dapat disepakati para pihak seraya mengelilingi meja makan, mengunyah makanan dan menyeruput minuman.

Baca juga: Penyebab Rendahnya Kesadaran Masyarakat Tentang Sampah Makanan

Dalam kerangka itu, mengonsumsi makanan merupakan modus operandi politik. Ekonomi sebuah negara dapat diperkokoh dengan menggerakkan konsumsi makanan. Tentunya, konsumsi makanan hanya salah satu unsur dari kebijakan ekonomi konsumsi negara. Bukan satu-satunya.

Meski demikian, perdagangan makanan baik dalam skala besar, sedang, maupun kecil berkontribusi signifikan bagi kehidupan ekonomi masyarakat.

Beberapa fenomena konsumsi makanan tersebut sesungguhnya berhubungan erat dengan mekanisme biologis tubuh manusia. Mekanisme ini berlangsung dalam ketegangan antara hasrat dan kebutuhan. Hasrat maupun kebutuhan masing-masing mempunyai logika operasional.

Mengonsumsi makanan merupakan tindakan manusia yang berhubungan erat secara langsung dengan mekanisme biologis tubuh manusia. Dalam mekanisme ini hasrat tak pernah terpenuhi secara final. Hasrat senantiasa meminta dipenuhi secara terus-menerus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com