KOMPAS.com - Perayaan Lebaran identik dengan pesta makan-makan sembari bersilahturahmi dengan kerabat dan saudara.
Lebaran tidak lepas dari opor, gulai, rendang, kue kering, dan makanan lainnya.
Diketahui, makanan-makanan tersebut mengandung banyak lemak yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan kolesterol dalam tubuh naik secara signifikan.
Baca juga: 14 Makanan Penurun Kolesterol, Apa Saja?
Lantas, bagaimana cara menurunkan kolesterol tinggi setelah Lebaran?
Dikutip dari Healthline, lemak trans adalah lemak tak jenuh yang telah dimodifikasi dengan proses yang disebut hidrogenasi. Hal ini dilakukan agar lemak tak jenuh dalam minyak nabati lebih stabil.
Meskipun begitu, lemak trans yang dihasilkan tidak sepenuhnya jenuh dan disebut minyak terhidrogenasi parsial (PHO).
Lemak trans meningkatkan kolesterol total dan low-density lipoprotein (LDL) atau kolesterol "jahat" tetapi menurunkan high-density lipoprotein (HDL) atau kolesterol "baik" yang bermanfaat.
Baca juga: Dikaitkan dengan Kolesterol, Amankah Konsumsi Telur Setiap Hari?
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) melarang lemak trans dalam makanan olahan di Amerika Serikat sejak 2018. Sementara itu, batas waktu diperpanjang hingga 1 Januari 2020, untuk memungkinkan produk yang sudah diproduksi bekerja melalui distribusi.
Berikut beberapa makanan yang umumnya mengandung lemak trans dan sebaiknya dihindari untuk menurunkan kolesterol, meliputi:
Baca juga: Ramai soal Kadar Kolesterol Tinggi, Ini Tips Dokter untuk Menurunkannya
Oatmeal mengandung serat larut yang dapat berfungsi untuk mengurangi kolesterol LDL dalam tubuh. Hal ini karena serat larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol ke dalam aliran darah.
Selain outmeal, serat larut juga banyak ditemukan dalam makanan seperti kacang merah, kubis Brussel, apel, dan pir.
Dengan mengonsumsi 5 hingga 10 gram atau lebih serat larut dalam sehari dapat menurunkan kolesterol LDL.
Beberapa penelitian menunjukkan, jika digunakan dalam jumlah sedang, minuman beralkohol dapat meningkatkan kolesterol HDL dan mengurangi risiko penyakit jantung.
Namun, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan American Heart Association (AHA) tidak setuju akan hal tersebut.