HARI Maritim Nasional diperingati setiap tanggal 23 September. Peringatan ini ditetapkan setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 249 Tahun 1964.
Adanya peringatan Hari Maritim Nasional dimaksudkan agar manusia Indonesia tidak melupakan identitasnya sebagai bangsa dengan pengalaman kebudayaan bahari yang tinggi. Pengalaman itu, sebagaimana yang pernah diperlihatkan para leluhur bangsa di masa lalu, yakni ketika berbagai otoritas lokal di Nusantara sebagian besar kegiatan ekonomi dan politiknya di lautan.
Eksistensi kerjaaan bercorak maritim di Nusantara merentang sejak periode Hindu-Budha hingga periode Islam. Kerjaan-kerajaan yang kental dengan budaya maritim antara lain Sriwijaya, Singasari, Majapahit, Demak, hingga Banten.
Baca juga: Mengapa Indonesia disebut Negara Maritim?
Zaman bahari dalam memori kolektif bangsa Indonesia umumnya dikaitkan dengan masa kejayaan bercorak maritim macam Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Sejarawan George McTurnan Kahin dalam karyanya berjudul Nationalism and Revolution in Indonesia menulis bahwa Sriwijaya dan Majapahit telah mewariskan kejayaan yang memberi rasa bangga sehingga menjadi faktor pembentukan nasionalisme.
Jejak historis itu memberi semacam gambaran nyata tentang konsentrasi para leluhur bangsa di Nusantara yang memanfaatkan laut untuk dua kepentingan mendasar.
Pertama sebagai penghubung dan perekat budaya diseluruh kepulauan nusantara. Kedua sebagai pendulum ekonomi sekaligus hegemoni politik dalam mencapai masa keemasan. Dengan kata lain, kebesaran sejarah leluhur bangsa ditandai dengan kejayaan maritimnya.
Namun kolonialisme pernah mengubur jejak bahari bangsa Indonesia dalam-dalam. Hal ini seperti yang tampak dalam periode di mana rakyat Indonesia dibuat terpaku di perkebunan dan hutan-hutan, tepatnya ketika kebijakan Tanam Paksa dijalankan.
Kebijakan Tanam Paksa, bila tidak diyakini sebagai sebab utama paling tidak menjadi kebijakan yang cukup efektif untuk menjauhkan rakyat dari urusan-urusan kelautan. Tetapi rupanya memori kolektif bangsa ini terhadap budaya bahari tidak benar-benar menghilang.
Asa untuk menghidupkan kembali kebudayaan luhur ini sudah disuarakan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Namun memang harus diakui bahwa dalam tataran implementasi masih terbilang lemah. Mengingat hampir tujuh dekade lamanya segala potensi yang diandalkan Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi masih berorientasi pada sektor daratan/agraris. Meski potensi agraris juga jelas penting untuk menopang ekonomi dan industri nasional.
Tetapi bila melihat fakta geografis Indonesia yang dominasi perairan, sudah seharusnya potensi sektor kelautan diberikan perhatian lebih. Tujuannya agar Indonesia mampu memanfaatkannya secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.
Sebenarnya pengembangan sektor kemaritiman sudah menjadi prioritas pemerintah sejak tahun 2014. Tepatnya ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan gagasan besar dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Baca juga: 30 Link Download Twibbon Hari Maritim Nasional 2022 dan Cara Pakainya
Untuk menunjang cita-cita besar tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peta Jalan Kebijakan Kelautan Indonesia yang di dalamnya memuat tujuh pilar kebijakan penting, yaitu:
Adapun prinsip yang mendasari kebijakan tersebut yakni wawasan Nusantara, pembangunan berkelanjutan, ekonomi biru, pengelolaan terintegrasi dan transparan, partisipasi serta pemerataan dan kesetaraan.
Kesemua pilar itu diharapkan mampu mengorganisir berbagai kluster ekonomi maritim demi mendongkrak kontribusi PDB dari sektor kemaritiman yang ditargetkan mencapai angka 12,5 persen pada tahun 2045.