Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Aneka Ragam Versi Kala

Kompas.com - 16/07/2022, 14:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI DALAM bahasa Sansekerta, Kala bermakna “waktu” atau “kematian”. Sebagai personifikasi waktu, Kala adalah Dewa Kematian yang di India juga dikenal sebagai Yama sejajar dengan Hades dalam Mitologi Yunani dan Pluto dalam Mitologi Romawi atau Anubis dalam Mitologi Mesir Kuno.

Menurut keyakinan Shaivisme, Kala adalah avatar Shiva Kala Bhairava yang juga dikaitkan dengan Narasimha dan Pralaya. Wajah Kala senantiasa ditampilkan dengan warna hitam.

Kala tampil di dalam Mahabharata, Ramayana dan Bhagavata Purana.

Di dalam episod Bhagavad Gita di dalam Mahabharata, kepada Arjuna, Sri Krishna mengungkapkan dirinya sebagai personifikasi Kala dalam bentuk waktu yang memang berkuasa menentukan bahwa Bharatayudha tidak bisa dielakkan sebagai pemusnah wangsa Bharata di mana dinasti Yadu sebagai keluarga Sri Krishna juga ikut musnah setelah Bharatayudha usai.

Kala tampil di Bhagavata Purana sebagai enerji genesis alias pencipta alam semesta yang kehadiran maupun kemusnahannya mutlak tergantung pada waktu.

Narasimha terkait dengan Pralaya dan Yuganta di dalam Linga Purana maupun Kurma Purana yang tampil pada sosok Kala sebagai enerji penghancur yang merupakan agen Pralaya.

Di dalam bab Uttara Kanda, Ramayana, Kala tampil sebagai Yama sebagai pembawa berita kematian.

Setelah berhasil menaklukkan Alengkadiraja, maka Kala memerintahkan Laksmana untuk meninggalkan dunia fana agar Rama bisa kembali ke Swargaloka sebagai Dewa Wisnu.

Di Thailand, Kala dipuja nersama Lak Mueang di dalam agama tradisional rakyat Thai serta Chitragupta di dalam Hinduisme.

Di dalam versi Wayang Purwa, Kala hadir dan tampil beda dengan Kala di India dan Thailand.

Menurut legenda Wayang Purwa, Betara Kala adalah anak Betara Guru (Siwa dalam adat Jawa). Betara Guru mempunyai isteri yang sangat cantik bernama Dewi Uma (Parwati).

Pada suatu hari, Betara Guru, dengan hawa nafsu yang tidak terkendali, memaksakan dirinya pada Dewi Uma.

Mereka melakukan hubungan seks di atas wahana Nandi, lembu dewa. Kejadian ini mengaibkan Uma, lalu menyumpah kedua-duanya sehingga mereka muncul sebagai raksasa yang menakutkan.

Rupa bentuk Dewi Uma yang marah ini juga dikenali sebagai Durga. Dari hubungan ini, Betara Kala dilahirkan dengan wajah raksasa.

Satu lagi kisah asalnya adalah bahwa dia terhasil apabila setitis air benih Siwa ditelan seekor ikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com