Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Hujan Salah Musim, Puisi Sapardi, dan Krisis Iklim

Kompas.com - 28/06/2021, 11:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HUJAN masih saja setia menyambangi Pulau Jawa pada Juni 2021. Padahal, pelajaran sekolah bilang, bulan ini seharusnya sudah masuk musim kemarau di sini.

Mendiang Sapardi Djoko Damono bahkan menjadikan hujan bulan Juni sebagai kiasan bagi cinta tak tersampaikan dan disimpan dalam diam. Ya karena Juni seharusnya memang bukan musim hujan.

Baca juga: In Memoriam Sapardi Djoko Damono

Harian Kompas edisi 22 Juni 2021, dalam artikel berjudul Anomali Hujan Bulan Juni, menyebutkan, kisah hujan lebat salah musim pada tahun ini diperkirakan berlangsung hingga 24 Juni 2021.

Lalu, hujan dengan intensitas lebih rendah masih akan turun pada 25-30 Juni 2021. Barulah pada Juli 2021, nuansa kemarau yang sesungguhnya diperkirakan bakal tiba di wilayah Pulau Jawa.

Prakiraan ini mengutip Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Siswanto. 

Tangkap layar artikel di harian Kompas edisi 22 Juni 2021 berjudul Anomali Hujan Bulan Juni.ARSIP KOMPAS Tangkap layar artikel di harian Kompas edisi 22 Juni 2021 berjudul Anomali Hujan Bulan Juni.

Masih dari tulisan yang sama, Peneliti Klimatologi di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer-Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Erma Yulihastin, menyebut fenomena ini merupakan pengaruh dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia.

”Dinamika ini ditunjukkan dari pembentukan pusat tekanan rendah berupa pusaran angin yang dinamakan dengan vorteks di selatan ekuator dekat pesisir barat Sumatera dan Jawa,” kata Erma.

Dari dinamika tersebut, Erma memperkirakan kemarau yang segera menjelang pun masih akan terasa basah.

Kemarau basah

Sebelumnya, harian Kompas edisi 12 Juni 2021 telah pula memberitakan peluang kondisi cuaca yang berbeda di antara satu wilayah dan wilayah lain di Indonesia.

Misal, di kawasan Nusa Tenggara dan sekitarnya, kemarau sudah melanda sejak Mei 2021. Adapun kawasan Maluku, Papua, dan sebagian Sulawesi punya cuaca seperti di Jawa dan sebagian Sumatera: basah.

Di artikel berjudul Intensitas Hujan Mulai Berkurang, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanti, menyebut sirkulasi siklonik terpantau di Samudra Pasifik utara Papua dan di Samudra Hindia barat Sumatera. 

”Kondisi ini bisa meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar area sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi tersebut,” ujar Guswanti.

Baca juga: Fenomena La Nina Picu Potensi Musim Kemarau Basah 2021

Prediksi tentang kemarau yang basah pada 2021 telah pula diungkap oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

Dikutip harian Kompas edisi 26 Maret 2021, Dwikorita menyebutkan bahwa 34,8 persen wilayah di Indonesia akan tetap hujan dengan intensitas di atas normal pada kamarau tahun ini.

Selain kemarau basah di sebagian wilayah itu, 53,2 persen wilayah akan mengalami kemarau yang normal. Kalaupun hujan ya rintik-rintik saja sekilas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com