Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti China Klaim Virus Corona Berasal dari India

Kompas.com - 28/11/2020, 18:03 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah ilmuwan China menyatakan virus corona berasal dari India. Padahal, diketahui sebelumnya virus tersebut pertama kali dilaporkan muncul di pasar hewan di Kota Wuhan, China, pada akhir tahun 2019.

Melansir Daily Mail, Jumat (27/11/2020), penelitian tentang asal virus corona tersebut dilakukan Akademi Ilmu Pengetahuan China yang dipimpin Dr Shen Libing.

Dalam makalah, disebutkan tim peneliti menggunakan analisis filogenetik, yaitu studi tentang bagaimana virus bermutasi untuk mencoba melacak asal-usul Covid-19.

Virus, seperti semua sel, bermutasi saat berkembang biak, yang berarti perubahan kecil terjadi dalam DNA mereka setiap kali mereplikasi diri.

Para ilmuwan berpendapat mungkin untuk melacak versi asli virus dengan menemukan sampel dengan mutasi paling sedikit.

Mereka mengatakan bahwa menggunakan metode ini mengesampingkan virus corona yang ditemukan di Wuhan sebagai virus 'asli'.

Baca juga: Covid-19 di India Makin Parah, Daftar Tunggu Pasien Capai 250 Orang di Rumah Sakit

Lebih lanjut, dalam makalah tersebut tertulis strain yang paling sedikit bermutasi ditemukan di delapan negara. Kedelapan negara itu adalah Australia, Bangladesh, Yunani, AS, Rusia, Italia, India, dan Republik Ceko.

Para peneliti selanjutnya berpendapat, karena India dan Bangladesh sama-sama mencatat sampel dengan mutasi rendah serta merupakan tetangga geografis, kemungkinan penularan pertama terjadi di sana.

Dengan memperkirakan jumlah waktu yang dibutuhkan virus untuk bermutasi satu kali dan membandingkannya dengan sampel yang diambil di sana, mereka juga berteori virus corona pertama kali muncul di sana pada Juli atau Agustus 2019.

Melansir Express, Sabtu (28/11/2020), selain itu ditulis juga gelombang panas pada awal musim panas 2019 meningkatkan interaksi antara manusia dan hewan. Hal itu mereka perkirakan menjadi penyebab virus dapat menyebar.

“Dari Mei hingga Juni 2019, gelombang panas terpanjang kedua yang tercatat mengamuk di India tengah-utara dan Pakistan, yang menciptakan krisis air yang serius di wilayah ini," tulis makalah itu.

Baca juga: Tanggapan WHO soal Klaim Covid-19 Awalnya Bukan dari China

Kekurangan air itu diduga membuat hewan liar, seperti monyet, terlibat dalam perebutan air yang mematikan antara satu sama lain. Hal itu dinilai juga berpotensi meningkatkan interaksi manusia dengan hewan liar.

"Kami berspekulasi bahwa penularan SARS-CoV-2 (dari hewan ke manusia) mungkin terkait dengan gelombang panas yang tidak biasa ini," tulis makalah itu juga.

Laporan itu menunjukkan Covid-19 tidak dapat dihindari dan epidemi Wuhan hanya sebagian darinya.

Makalah itu berjudul “Transmisi Kriptik Awal dan Evolusi Sars-CoV-2 di Hosti Manusia”, diposting pada 17 November di ssrn.com, yang disebut platform pracetak dari jurnal medis The Lancet.

Baca juga: Mengenal Vaksin Corona mRNA, Benarkah Berbahaya dalam Jangka Panjang?

Pracetak adalah publikasi makalah sebelum ditinjau oleh rekan sejawat, atau diperiksa oleh ilmuwan lain. Oleh karena itu, temuan ini tidak boleh ditafsirkan sebagai kesimpulan yang ditetapkan.

Klaim baru oleh ilmuwan China tersebut telah ditolak oleh sejumlah ilmuwan terkemuka.

Mengutip The Sun, Jumat (27/11/2020), profesor dalam genetika manusia dan biostatistik di UCLA, Marc Suchard, mengatakan "koleksi acak" dari strain virus yang digunakan tidak mungkin menghasilkan "nenek moyang".

Menurutnya, metode yang digunakan para ilmuwan dari China itu membawa ketidakpastian yang cukup besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com