KOMPAS.com - Politik hari ini lekat maknanya dengan urusan pemerintahan dan kenegaraan. Soal para pejabat, birokrasi, partai, dan sebagainya.
Kondisinya sangat cair dan dinamis. Namun, politik bisa saja berubah dengan begitu cepat tergantung dengan situasi dan kepentingan ketika itu.
Indonesia menganut sistem politik demokratis, di mana pemerintahan diyakini dari, oleh, dan untuk rakyat.
Baca juga: Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman?
Namun, ditilik dari kacamata sosiologi, ada "sistem" tak tertulis lain yang sesungguhnya sedang berjalan saat ini, namanya politik kebangsawanan atau royal politics.
Pandangan ini disampaikan oleh sosiolog dari Universitas Negeri Surakarta (UNS), Drajat Tri Kartono.
"Kondisi perkembangan politik Indonesia sekarang itu namanya adalah royal politic, politik kelompok bangsawan," kata Drajat kepada Kompas.com, baru-baru ini.
Baca juga: Pandemi Corona Masih Berlangsung, Mungkinkah Pilkada Ditunda?
Ada dua ciri yang bisa dilihat dari politik kebangsawanan, ciri pertama adalah posisi politik yang diduduki oleh para elit dan kalangan berada secara ekonomi.
"Yang bermain di politik itu adalah kelas atas, enggak bisa dimasuki oleh ekonomi kelas bawah, karena ada biaya politik yang mahal. Biaya kampanye, untuk bayar partai politik, dan sebagainya. Yang ini biasa juga disebut plutokrasi," jelas Drajat.
Ciri yang kedua adalah kondisi politik di mana kehormatan lebih diutamakan daripada kompetensi.
"Cirinya adalah sangat menjaga dan menghormati kehormatan, representasinya, kehadirannya merupakan sesuatu yang sangat dihormati banyak orang. Jadi kehormatan jauh lebih penting dari kompetensi," papar dia.
Baca juga: Sudah Tahu Aturan Pilkada Saat Pandemi? Ini Bedanya dari Tahun Lalu
Drajat menyebut, di kondisi perpolitikan yang semacam itu, pencitraan dan kebaikan reputasi dinomorsatukan.
Seorang pejabat atau pemimpin penting untuk terlihat peduli dan mengerti pada permasalahan rakyatnya.
Meski pada praktiknya tidak demikian, itu tidak menjadi soal, karena orang sudah menghormati sosoknya.
Baca juga: Deretan Artis yang Telah Mendaftar Pilkada 2020
Jika sudah begini, maka posisi elit sulit digoyahkan secara sistematis.
"Ya mau ganti apa, wong yang di bawah tidak punya apa-apa (ekonomi dan kewibawaan), tidak bisa diganti," ujar Drajat.