KOMPAS.com - Salah satu akun media sosial Twitter mengunggah postingan dengan narasi Gunung Merapi mengalami penggembungan.
Pemilik akun Twitter tersebut adalah @RamaYenti.
Selain itu, terdapat narasi bahwa warga yang berada di lereng Gunung Merapi diminta untuk waspada.
"Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut terjadi penggembungan pada puncak Gunung Merapi akibat aktivitas magma di dalamnya. Warga yang tinggal di lereng Merapi diminta terus mewaspadai," tulis akun tersebut.
Baca juga: Erupsi Merapi dan Sejarah Letusannya...
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut terjadi penggembungan pada puncak Gunung Merapi akibat aktivitas magma di dalamnya. Warga yang tinggal di lereng Merapi diminta terus mewaspadai.https://t.co/hL5eWeskH0
— VIRAL (@RamaYenti) July 9, 2020
Lantas, benarkah Gunung Merapi mengalami penggembungan?
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta membenarkan Gunung Merapi mengalami perubahan pada tubuhnya.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso menjelaskan, Gunung Merapi mengalami penggembungan 0,5 sentimeter per hari.
"Ini masih kecil," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Adanya penggembungan tersebut, imbuhnya merupakan salah satu pertanda adanya magma yang naik ke permukaan.
Baca juga: Jadi Trending Topic, Berikut Catatan Erupsi Merapi di 2020
Agus memaparkan, penggembungan pada tubuh Merapi saat ini terjadi setelah letusan 21 Juni 2020 lalu.
"Mulai 22 Juni terus menggembung sampai 0,5 sentimeter per hari," papar Agus.
Lebih lanjut, Agus mengimbau kepada masyarakat agar tak perlu panik namun juga harus tetap waspada.
Baca juga: Sampai Kapan Merapi Akan Terus Erupsi?
Agus menjelaskan, dalam memantau gunung berapi prinsipnya yakni memantau proses migrasi magma menuju permukaan.
"Ada penambahan massa di dalam tubuh gunung, itu kita deteksi dengan berbagai metode-metode pemantauan," ungkap dia.
Dalam hal ini, pihaknya menggunakan tiga metode yakni metode seismik, deformasi, dan geokimia.
Mengenai metode deformasi, Agus menjelaskan, pendekatannya melihat perubahan bentuk dari gunung berapi meski dalam skala yang kecil sekali.
"Jadi itu diukur salah satunya dengan menggunakan alat yang namanya EDM. Alat itu bisa mengukur jika gunung itu merekah," ungkap Agus.
"Sebenarnya, penggembungan ini adalah gejala yang normal. Sebelum magma keluar, itu biasanya gunungnya merekah sedikit," imbuhnya.
Baca juga: Suara Ledakan Misterius Didengar Warga Sekitar Merapi Semalam