KOMPAS.com - Di saat sebagian besar negara perlahan mulai melonggarkan penguncian setetelah adanya penurunan kasus, Brazil secara mengejutkan menjadi titik episentrum baru virus corona.
Kini, Negeri Samba memiliki kasus infeksi tertinggi kedua setelah Amerika Serikat dengan 802.828 kasus, berdasarkan data Johns Hopkins University.
Selain itu, angka kematian akibat Covid-19 di negara itu juga terbilang tinggi. Tercatat, ada 40.919 orang meninggal dunia di Brazail. Angka ini di bawah AS dan Inggris.
Mengapa Brazil bisa begitu terpukul oleh virus corona?
Presiden Brazil Jair Bolsonaro menghadapi sejumlah kecaman ketika ia menganggap remeh virus corona dengan menyebutnya sebagai "sedikit flu" yang mudah diatasi oleh Brazil.
Dia bahkan mendapat julukan Trump of the Tropics karena semangat populisnya dan pendekatan anti-sains terhadap pemerintah.
Bolsonaro bahkan meminta semua orang untuk menghadiri protes anti-lockdown dan bersikeras tak ada yang lebih penting daripada ekonomi.
Melansir Aljazeera, 9 Mei 2020, jurnal medis ternama dunia The Lancet menggambarkan Bolsonaro sebagai ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Brazil.
Pada April 2020, ketika jumlah korban melampaui 5.000, dia mengatakan kepada pers, "Jadi apa? Aku berkabung, tapi apa yang kamu ingin aku lakukan untuk itu?".
Croda menjelaskan kebijakan secara terperinci, termasuk jaga jarak sosial. Namun, hal itu ditolak oleh Bolsonaro.
Croda pun terpaksa mengundurkan diri.
"Selama waktu ini, ada perseteruan antara Menteri Kesehatan Mandetta dan Presiden Bolsonaro tentang rekomendasi ini. Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk meninggalkan pemerintah. Sangat sulit karena saya ingin membantu, saya ingin mendukung kesehatan masyarakat," kata Croda.
Tiga minggu kemudian, Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta pun dipecat.
Mandetta digantikan oleh Nelson Teich yang kemudian mengundurkan diri sebulan setelah itu.