JAKARTA, KOMPAS.com - Seruan aksi di beberapa kota menjadi perhatian akhir-akhir ini. Salah satunya adalah aksi #GejayanMemanggil yang menyerukan kondisi politik hukum terkini serta persoalan lingkungan.
Aksi ini dilakukan di Yogyakarta, tepatnya pertigaan Colombo, Jalan Affandi (Jalan Gejayan), Kelurahan Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.
Selain demonstrasi, kegiatan ini juga diikuti dengan naiknya tren dan tagar serupa di media sosial Twitter dan berbagai platform lainnya sehari sebelumnya.
Kemudian dalam waktu singkat, tagar tersebut pun berkembang dan menjadi seruan aksi yang bisa mengumpulkan massa dalam jumlah cukup banyak.
Melihat contoh ini, lalu muncul pertanyaan, bagaimana media sosial mampu mengumpulkan massa hanya dalam waktu sehari setelah tagar digaungkan?
Baca juga: #GejayanMemanggil dan Aksi di Daerah Lain Bukti Pemerintah Harus Berbenah
Menurut analis media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ismail Fahmi, banyaknya massa yang berkumpul dalam waktu singkat ini ada karena sebelumnya terdapat pembahasan khusus.
Ismail menuturkan, bahkan sebelum seruan aksi, para penggerak kegiatan tersebut telah melakukan kajian dan analisis mengenai undang-undang dan rancangan UU yang ada.
Gerakan semacam ini, menurut Ismail, memang sudah dikoordinasi dengan baik melalui serangkaian kegiatan offline.
Ia menambahkan, seruan aksi yang hanya ada di media sosial atau secara online semata tanpa diikuti aksi lapangan dan kegiatan offline dianggap hanya membangun opini publik semata.
"Jadi sebetulnya kalau kita hanya bermain hashtag-hashtag-an saja di media sosial, seperti main dengan giveaway atau apa, itu kan hanya bikin trending topic saja, tapi itu kan tidak berdampak," ucap Ismail menjawab Kompas.com, Senin (23/9/2019).
Pendiri Drone Emprit ini melanjutkan, setelah melakukan kegiatan, para penggerak kemudian memanfaatkan media sosial utamanya Twitter untuk mengundang atau menggaungkan gerakan yang akan mereka lakukan.
Dengan demikian, bagi gerakan dan seruan aksi semacam ini, maka harus diikuti dengan kegiatan offline untuk memberikan dampak yang lebih besar.
"Makanya untuk gerakan-gerakan semacam ini harus ada dua, yaitu offline dan online. Tanpa itu enggak akan membuat suatu gerakan besar," tutur Ismail.
Selain itu, agar seruan yang muncul di media sosial berdampak besar, maka harus diikuti dengan adanya aksi nyata.