Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nawawi Pomolango, Sepak Terjang, hingga Pandangannya soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 13/09/2019, 17:46 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nawawi Pomolango terpilih sebagai salah satu dari lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 yang terpilih pada Jumat (13/9/2019) dini hari.

Nawawi Pomolango (57) saat ini menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.

Karier Nawawi sebagai hakim dimulai pada 1992 di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore.

Sebelum menjabat sebagai hakim tinggi di Denpasar, Nawawi pernah menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada tahun 2016-2017.

Tercatat, ia pernah menangani beberapa kasus tindakan pidana korupsi besar.

Baca juga: Memasukkan Capim Bermasalah dan Revisi UU KPK Lemahkan KPK dari Dalam

Dikutip dari Harian Kompas, pada 2013, Nawawi menangani kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang yang menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq.

Pada tahun yang sama, ia juga menangani kasus korupsi pengadaan alat kesehatan dan perbekalan pada tahun anggaran 2006-2007 di Kemenkes.

Kasus tersebut menjerat mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar.

Pada 2017, Nawawi menangani kasus suap yang melibatkan mantan hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

Gagasan Nawawi untuk KPK

Saat menjalani fit and proper test, Nawawi menyatakan setuju dengan beberapa poin yang ada dalam revisi UU KPK.

Dalam hal penerbitan SP3, Nawawi menganggap bahwa KPK perlu memiliki kewenangan menerbitkan SP3.

Menurut dia, kewenangan SP3 sejalan dengan asas kepastian hukum.

"Itu hanya sekadar pembeda dari penegak hukum yang lain. Jadi tidak ada dasar filosofis yang lain, hanya sebagai pembeda saja. Padahal SP3 ini seirama dengan asas kepastian hukum," kata Nawawi sepeti dikutip dari Kompas.com (11/9/2019).

Ia juga sepakat jika kewenangan penyadapan KPK diperketat dan diawasi.

Baca juga: Pansel Capim KPK Pertanyakan Pengumuman Pelanggaran Kode Etik Irjen Firli

Menurut Nawawi, KPK membutuhkan sebuah lembaga pengawas internal yang berfungsi untuk mengawasi dan memberikan izin penyadapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com