Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ulwan Fakhri
Peneliti

Peneliti humor di Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3)

"Rumus" Menghumorkan Kelas-kelas Ilmu Eksak

Kompas.com - 21/04/2024, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA tahun ajaran 2018/2019, Technische Universität (Universitas Teknik) München pernah menggelar seminar bertajuk “Can Science be Funny?” untuk mencari kedekatan antara ilmu eksakta dan humor.

Namun, inisiatif itu bisa dibilang cukup tertinggal. Sebab, seorang fisikawan kondang di negara tersebut telah mencoba menghumorkan ilmu eksak lebih dari 200 tahun lalu!

Georg Christoph Lichtenberg (1742-1799) merupakan ilmuwan hebat. Ia tercatat sebagai orang pertama yang meraih gelar profesor di bidang fisika eksperimental di Jerman.

Legasi ragam pemikirannya yang ia tuang secara serampangan, tapi mendetail di buku catatannya – disebut juga sebagai waste book atau Sudelbücher – bahkan telah dibaca dan menginspirasi pemikir besar dunia, seperti Arthur Schopenhauer, Friedrich Nietzsche, Sigmund Freud, hingga Leo Tolstoy.

Menariknya, fisikawan itu dikenal juga sebagai seorang humoris. Tak hanya pernah membuat karya satire untuk menyindir karya sejumlah pemikir, ia juga menggunakan humor untuk menjelaskan konsep-konsep dalam disiplin ilmunya sendiri.

Misal, kepada murid-muridnya, Lichtenberg pernah menganalogikan efek kutub magnet dengan hubungan asmara.

Katanya, kutub magnet yang berbeda akan saling menarik, sementara kutub yang sama akan saling menolak. Ini, lanjutnya, sama seperti laki-laki dan perempuan: sebelum menikah saling tertarik, setelah menikah malah saling mengusir (Can Science be Witty, 2023, h.192-3).

Pada masanya, sudah biasa kalau kuliah fisika eksperimental Lichtenberg penuh sesak. Selain karena ia mampu menciptakan sendiri perangkat untuk eksperimennya di kelas, Lichtenberg dapat memopulerkan ilmu eksakta lewat kemampuan berbahasa serta berhumornya.

Kesadaran Lichtenberg sejak dulu bahwa ilmu eksakta sejatinya cocok-cocok saja bergandengan dengan humor mengonfirmasi banyak penelitian berabad setelahnya tentang manfaat humor dalam pembelajaran.

Setidaknya, dari analogi humoristis tadi, Lichtenberg telah mencontohkan cara membantu peserta ajar untuk memahami sebuah abstraksi dengan lebih mudah dan menggembirakan.

Beberapa cara menghumorkan ilmu eksakta

Lauricella & Edmunds dalam Ludic Pedagogy: A Serious Fun Way to Teach and Learn (2023) berargumen bahwa memercikkan kegembiraan dalam kelas itu manfaatnya akan besar bagi peserta ajar. Ini berkaitan dengan teori beban pikiran atau Cognitive Load Theory (CLT).

Sederhananya, dalam koridor CLT, guru atau dosen seharusnya tidak mengajarkan materi seperti “biasanya” saja. Sebab, metode pembelajaran seperti itu hanya akan meningkatkan beban pikiran yang tidak perlu (extraneous cognitive load).

Teori fungsi otak ini membuktikan bahwa kegembiraan tidak hanya akan membantu peserta untuk belajar, tetapi juga memaksimalkan kemampuan mereka untuk belajar.

Nah, seperti dikonfirmasi oleh beragam literatur, kegembiraan dalam kelas ini sangat bisa diciptakan lewat strategi-strategi humor.

Yang jadi pertanyaan sekarang, “rumus” humor apa yang bisa diaplikasikan di kelas-kelas ilmu eksakta?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com