SEBELUM lebih jauh, apa yang disajikan dalam tulisan ini, sepenuhnya preferensi dan subyektivitas penulis. Pun demikian, distorsi dan bias, akan ditekan seminimal mungkin dengan memadukan data-data faktual yang siapapun bisa akses.
Dua debat pilpres ini berjalan sengit, baik kontestan, apalagi pendukungnya. Kita, termasuk penulis, beradu argumen setelah berdebat, terutama dengan kubu yang tak sehaluan.
Penonton terus bersorak pascakontestasi jika mengingat polah dahsyat sang calon, dan tentu tak habis merisak jika ada kata dan perilaku pasangan yang jelek dan meme-able.
Jadi, kalau kita perhatikan, sebelum dan setelah debat, bagaimana caranya jagoan yang diusung ada di "klasemen" top of mind dan elektibilitas tertinggi.
Saking sengitnya, segala celah dibahas terus. Bukankan ini mirip para penggemar Premier League, Liga Inggris, sebagai liga terseru-terbanyak penontonnya di dunia?
Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sedikit mengingatkan pada Liverpool, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming banyak irisan dengan Manchester City, sementara Ganjar Pranowo-Mahfud MD punya potongan Manchester United.
Kita mulai dengan yang terbanyak simiralitas-nya, yakni pasangan nomor dua dengan klub berjuluk "The Citizen"-nya.
Prabowo-Gibran mengambil tiket berlaga dengan kontroversi aturan yang diakali, yakni batasan umur Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekalipun kontroversi, namun pasangan ini sudah jadi rahasia umum paling kuat didukung oleh sang juara, yakni presiden petahana, Joko Widodo.
Bukan hanya endorsement moral, sokongan modal kampanye paling tajir dari dua paslon lainnya.
Ketua Tim Suksesnya saja eks Ketua KADIN dan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat. Demikian pula jajaran elite partai pengusung dan anggota elite di dalamnya yang selama ini punya akses luas pada materi duniawi.
Bukankah ini mengingatkan pada Manchester City, yang juara Premier League, tiga musim terakhir, yakni 2020–2021, 2021–2022, dan 2022–2023.
Dan mereka juara, suka tidak suka, ada dalam rangkaian dua pelanggaran yang terbukti bersalah oleh dua otoritas liga, yakni Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dan FA (Footbal Association) Premier League.
UEFA pada 2020 mendakwa The Citizen karena melakukan pelanggaran serius FFP (Financial Fair Play) antara tahun 2012 dan 2016.
Imbasnya, mereka sempat dilarang mengikuti Liga Champions dua tahun sebelum hukuman itu dibatalkan karena The Citizen berhasil banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS).