KOMPAS.com - Jam Gadang adalah sebuah menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Menara jam yang memiliki tinggi 26 meter ini merupakan salah satu monumen peninggalan Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam sejarahnya, pernah terjadi peristiwa pembantaian Jam Gadang di Bukittinggi oleh tentara pusat dalam menumpas gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Berikut ini kronologinya.
Baca juga: Sejarah Jam Gadang
Jam Gadang dibangun pada 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Sekretaris Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) Rook Maker pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Peletakan batu pertama di Jam Gadang dilakukan oleh putra sulung Rook Maker yang saat itu masih berusia enam tahun.
Jam ini didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda, melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Konon, Jam Gadang dibangun tanpa besi penyangga atau pun adukan semen, hanya menggunakan campuran kapur putih, putih telur, dan pasir putih.
Pada saat itu, biaya pembangunan Jam Gadang mencapai 3.000 gulden atau yang sekarang setara lebih dari Rp 25 juta.
Dengan biaya yang terbilang besar, Jam Gadang pun menjadi pusat perhatian sejak dibangun hingga sekarang.
Selain itu, ada juga peristiwa sejarah lain yang terjadi di depan Jam Gadang, yakni peristiwa pembantaian dalam upaya menumpas PRRI.
Pada masa PRRI (1958-1961), terjadi pertempuran antara Tentara Indonesia (dulu disebut APRI) dengan pasukan PRRI.
Adapun terjadinya pemberontakan PRRI disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Untuk mengatasi pemberontakan PRRI, dilakukan sebuah operasi yang diberi sandi '17 Agustus', yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani.
Selama operasi berlangsung, APRI diketahui telah membunuh sekitar 187 orang dengan cara ditembak.