Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsekuensi Jepang Pascakalah pada Perang Dunia II

Kompas.com - 12/09/2023, 19:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Dunia II berakhir pada 1945 dengan Jepang yang mengakui kekalahan dari Sekutu.

Kemenangan Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat, membawa konsekuensi besar bagi Jepang karena harus menjalani masa pasca-perang dengan penuh tantangan.

Apa saja konsekuensi yang harus dihadapi Jepang pascakalah dalam Perang Dunia II?

Baca juga: Perjanjian San Francisco, Pakta Damai Jepang dengan Sekutu

Perjanjian Damai San Francisco

Segera setelah pengumuman kapitulasi Jepang pada 15 Agustus 1945, pasukan Sekutu berhasil menduduki Jepang. 

Selama periode tersebut, Sekutu dan Amerika Serikat mengawasi pemerintah, sistem pendidikan, media, dan kebijakan ekonomi Jepang.

Mereka ingin memastikan bahwa Jepang tidak akan menjadi ancaman militer lagi di masa depan.

Puncak dari periode pasca-perang ini adalah dikeluarkannya Perjanjian Damai San Francisco yang ditandatangani pada 8 September 1951.

Perjanjian Damai San Francisco menjadi konsekuensi atas kekalahan Jepang pada Perang Dunia II.

Baca juga: Kisah Hiroo Onoda, Tentara yang Baru Menyerah 29 Tahun Setelah Jepang Kalah di Perang Dunia II

Isi Perjanjian Damai San Francisco 1951

  • Kedaulatan Jepang kembali

Perjanjian ini mengembalikan kedaulatan Jepang sebagai negara yang merdeka.

Hal ini menandai akhir pendudukan oleh Sekutu dan memungkinkan Jepang untuk mengontrol nasibnya sendiri.

  • Pembatasan kekuatan militer

Perjanjian ini membatasi Jepang untuk tidak memiliki pasukan bersenjata yang kuat dan hanya memiliki pertahanan diri.

Pembatasan kekuatan militer ini dilakukan untuk mencegah Jepang kembali terlibat dalam perang agresif di masa depan.

  • Penghapusan ideologi militer

Jepang harus menghapus semua unsur ideologi militer dari pemerintah, media, dan sistem pendidikan mereka. 

Ideologi militer yang harus dihapus mencakup berbagai konsep dan nilai yang mendukung agresi dan dominasi militer, termasuk glorifikasi perang sebagai cara untuk mencapai tujuan nasional, supremasi militer yang menghargai kekuatan dan penaklukan, serta penggunaan kekerasan sebagai instrumen kebijakan negara.

Selain itu, juga dilakukan penghapusan ideologi militer di masa lalu yang mencakup ketidakpercayaan terhadap hukum internasional dan penentangan terhadap prinsip-prinsip perdamaian dan kerjasama internasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com