KOMPAS.com – Tsunami berasal dari bahasa Jepang merupakan gelombang pelabuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tsunami diartikan gelombang laut sahsyat yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut.
Dikutip dari situs Weather.gov, tsunami adalah serangkaian gelombang yang kuat, disebabkan oleh gerakan yang besar dan tiba-tiba di bawah laut seperti gempa bumi, aktivitas vulkanik dan tanah longsor.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung dari kedalaman laut. Di laut yang dalam, tsunami jarang terlihat tapi kecepatannya dapat mencapai lebih dari 800 km per jam. Saat gelombang masuk ke laut dangkal, kecepatannya berkurang menjadi sekitar 30 sampai 50 km per jam.
Dilansir dari buku Ensiklopedia Bencana 1 : Tsunami (2016) karya Rani Siti Fitriani dan kawan-kawan, tsunami merupakan gelombang air yang sangat besar dan terbentuk secara tiba-tiba.
Gelombang umumnya disebabkan oleh gempa bumi, tapi bisa juga disebabkan oleh gunung meletus dan longsor. Berikut beberapa penyebab tsunami, yaitu:
Laut juga memiliki bentuk muka bumi berupa tebing maupun bukit, seperti halnya daratan. Akibat gempa bumi dan dorongan arus laut yang terus menerus, menyebabkan tebing dan bukit menjadi labil sehingga terjadi longsor.
Bagian dari tebing dan bukit yang longsor tersebut akan memicu terjadinya gelombang tsunami.
Contohnya adalah Tsunami Alaska pada tahun 1958. Tsunami ini terjadi karena gempa bumi yang terjadi di Sesar Fairweather memicu longsoran batu berukuran 30 juta meter kubik dengan berat sekitar 90 juta ton di Lituya Bay, Alaska.
Baca juga: 3 Fakta Tsunami Tonga akibat Letusan Gunung Berapi Bawah Laut
Gunung api dengan tipe letusan yang sangat eksplosif berpotensi memicu terjadinya Tsunami. Gunung Krakatau merupakan contoh gunung api dengan tipe letusan Plinian atau tipe letusan yang dampak kerusakannya sangat besar hingga menghancurkan tubuh gunung api tersebut.
Letusan Gunung Karatau pada tahun 1883, memiliki kekuatan yang sangat besar yang suaranya terdengan hingga keluar wilayah Indonesia dan menyisakan hanya seperempat bagian pulau. Kekuatan letusan inilah yang menyebabkan terjadinya tsunami di berbagai wilayah di dunia.
Di Indonesia, tsunami kebanyakan terjadi akibat gempa bumi. Jika terjadi gempa besar, BMKG akan mengumumkan tentang ukuran gempa, jangkauan wilayah dan potensi terjadinya tsunami.
Gempa yang menyebabkan tsunami biasanya berkekuatan di atas 7 skala richter dan terjadi di zona subduksi atau penunjaman lempeng. Contohnya Tsunami Aceh yang terjadi pada tahun 2004 akibat gempa bumi berkekuatan 9,1 skala richter.
Dikutip dari situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD), proses terjadinya tsunami diawali dari gempa bumi yang menyebabkan rekahan di dasar laut.
Air laut kemudian masuk ke rekahan dan pantai menjadi surut. Air tersebut dimuntahkan kembali sehingga membentuk gelombang yang tinggi dan cepat.
Setiap terjadi gempa besar, tidak semuanya memicu terjadinya tsunami. Meskipun sulit untuk diprediksi tanpa alat pendeteksi tsunami, tapi ada tanda-tanda terjadinya tsunami.
Dikutip dari Buku Pintar Penanggulangan Tsunami (2021) karya Puput Alvani, tanda-tanda terjadinya tsunami, sebagai berikut:
Baca juga: Tsunami: Tanda-tanda dan Prosesnya
Tsunami menghasilkan gelombang besar dengan arus air yang sangat kuat. Dampak yang disebabkan oleh tsunami antara lain: