KOMPAS.com - Perempuan juga bisa ikut berkontribusi dalam banyak hal dalam kehidupan ini, termasuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat di sekitarnya.
Peran para perempuan ini juga datang dari daerah Timur Indonesia. Di beberapa kampung di Raja Ampat, Papua Barat, para perempuan ambil andil berperan dalam melestarikan lingkungan, membuat inovasi baru, menjaga alam sekitar, dan membantu perekonomian keluarga.
Berikut beberapa kisah perempuan pejuang dalam kelestarian lingkungan di Raja Ampat.
Baca juga: Segitiga Terumbu Karang di Kepulauan Raja Ampat, Amazon of Ocean Terancam Hilang
Pokmaswas adalah singkatan dari Kelompok Masyarakat Pengawas. Ini merupakan salah satu kelompok yang dibentuk dalam projek pengelolaan ekosistem pesisir prioritas, mengenai penatalayanan sumber daya pesisir dan masayrakat oleh Coremap-CTI, yang dilakukan oleh ICCTF-Bappenas.
Pokmaswas terdiri dari masyarakat setempat, yang bertugas mengawasi dan melaporkan segala hal yang ada di sekitar lingkungan kawasan konservasi perairan pesisir tempat tinggal mereka.
Anggota pokmaswas ini juga ada yang perempuan. Salah satunya Esterlita Jabung (33) di Kampung Mutus. Esterlita biasanya akan berpatroli di lautan mulai dari jam 10 sampai jam 4 sore.
“Mau jadi pokmaswas karena ini jadi penyelamat, untuk lingkungan, untuk kita juga,” ujarnya di Kampung Mutus (26/3/2022).
Ia mengungkapkan bahwa kegiatannya untuk mengawasi lingkungan di lautan itu tidak ditentang oleh suami, justru didukung.
Mereka biasanya akan melaporkan jika menemukan nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal, melakukan bom, masuk tanpa izin, merusak terumbu karang dan mengganggu kawasan konservasi.
Baca juga: Kepulauan Raja Ampat sebagai Jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia, Apa Fungsinya?
Sebagian masyarakat, terutama perempuan di Pulau Yefnabi mencoba membuat olahan buah khas Papua yaitu buah merah menjadi sabun.
Berbagai pihak sudah terlibat untuk membangun dan mengembangkan bisnis wisata ekosistem di Pulau Yefnabi. Terlebih di daerah itu merupakan kawasan yang khas dengan biota laut ikan Pari Manta.
Hal ini pun disambut ceria oleh ibu-ibu di sana, dengan inisiatif mencoba mengembangkan sebuah produk yang bisa dijadikan oleh-oleh para wisatawan. Maka, terciptalah produk sabun dari buah merah.
Ketua Koordinir Kelompok Sabun di Meosara Kecil di Meosmanggara, Pulau Yefnabi, Kecamatan Waigeo Barat, Feronika Mambrasar (56) mengatakan, buah merah cukup melimpah di sana dan membuat sabut menjadi salah satu jalan meningkatkan perekonomian baru bagi mereka.
“Senang. Buah merah ada di Papua sini. Kalau sabunnya dijual menunggu ada tamu, tapi kadang sabunnya dipake sendiri. Batangannya 25 (ribu),” ujar